Permasalahan yang sering menghinggapi Kepala Dinas selaku Pengguna Anggaran pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) adalah rendahnya penyerapan anggaran melalui belanja barang/jasa. Dimana proses belanja barang/jasa sebagian besar melalui proses pengadaan barang/jasa. Apabila kita teliti lebih dalam, salah satu penyebabnya adalah kurangnya personil OPD yang memahami tentang proses PBJ. Pada OPD seringkali PA melimpahkan sebagian kewenangannya dalam pelaksanaan anggaran kepada Kepala Bidang dengan mengusulkan penetapan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) oleh Kepala Daerah melalui Surat Keputusan. Dimana KPA/Kepala Bidang pada OPD seringkali merangkap sebagai PPK karena keterbatasan jumlah personil ataupun personil yang memiliki sertifikat keahlian tingkat dasar untuk PBJ. Kebijakan tersebut memang dapat diterima, karena berdasarkan peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 (Perpres 16/2018) tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ) menyatakan dalam pasal 10 ayat 5 “Dalam hal tidak ada personel yang dapat ditunjuk sebagai PPK, KPA dapat merangkap sebagai PPK”. Seperti kita ketahui, Kepala Bidang tentu memiliki tugas dan fungsi yang harus dilaksanakan sehingga untuk OPD yang kegiatan dan anggaran besar tentunya menyebabkan bertambah besar tanggung jawabnya. Kepala Bidang tidak hanya merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan kegiatan sesuai bidangnya tetapi juga melaksanakan proses PBJ sebagai PPK.
Padahal seperti kita ketahui bahwa tugas dan fungsi PPK dalam Perpres 16/2018 menjadi semakin luas. Pada pasal 1 ayat 10 “Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/ KPA untuk mengambil keputusan dan/ atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah”. Adapun tugas dan kewenangan PPK dalam PBJ tertuang pada pasal 11 ayat 1 yaitu dari tahap perencanaan hingga serah terima pekerjaan ke PA/KPA. Berarti tugas KPA merangkap PPK sesuai Perpres 16/2018 tentunya lebih berat karena sudah ada tugas tambahan yaitu untuk perencanaan pengadaan dan pemeriksaan barang/jasa hasil pekerjaan dari Penyedia sebelum diserahkan ke PA/KPA.
PPK dalam perencanaan pengadaan sesuai Perpres 16/2018 pasal 18 ayat 1 melakukan proses identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal, dan anggaran Pengadaan Barang/Jasa. Dimana proses perencanaan pengadaan dilakukan untuk tahun anggaran selanjutnya, artinya PPK dalam tahun anggaran berjalan selain melaksanakan PBJ pada tahun anggaran berjalan juga menyusun perencanaan pengadaan untuk tahun anggaran selanjutnya.
Serah terima pekerjaan sesuai Perpres 16/2018 pasal 57 dilakukan setelah pekerjaan selesai 100% (seratus persen). Barang/jasa hasil pekerjaan diserahkan Penyedia ke PPK dan dilakukan pemeriksaan sebelum menandatangani berita acara serah terima. Barang/jasa yang diterima setelah pemeriksaan oleh PPK diserahkan ke PA/KPA dengan berita acara serah terima. PA/KPA meminta PjPHP/PPHP untuk melakukan pemeriksaan administratif terhadap barang/jasa yang diserah terimakan tersebut. Disini berarti Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PjPHP/PPHP) tidak lagi membantu PPK dalam serah terima pekerjaan dengan Penyedia seperti pada peraturan sebelumnya.
Memperhatikan tugas dan kewenangan PPK yang semakin luas pada Perpres 16/2018, tentunya Kepala Dinas selaku PA harus memperhatikan salah satu tugas dan kewenangannya dalam Perpres 16/2018 pasal 9 ayat 1 huruf g yaitu “PA memiliki tugas dan kewenangan menetapkan PPK”. Dimana salah satu syarat PA untuk menetapkan PPK dalam Perpres 16/2018 adalah :
- Pasal 88 tentang ketentuan Peralihan pada huruf b “PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang dijabat oleh Aparatur Sipil Negara/TNI/Polri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf b wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2023;
- Pasal 88 tentang ketentuan Peralihan pada huruf d “PPK/Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sepanjang belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sampai dengan 31 Desember 2023.”
Persyaratan PPK lebih lengkap lagi di tuangkan dalam Peraturan LKPP Nomor 15 Tahun 2018 (PerLKPP 15/2018) tentang Pelaku Pengadaan pada pasal 5 sebagai berikut :
1. PA/KPA menetapkan PPK pada Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah.
2. Persyaratan untuk ditetapkan sebagai PPK yaitu:
a. memiliki integritas dan disiplin;
b. menandatangani Pakta Integritas;
c. memiliki Sertifikat Kompetensi sesuai dengan bidang tugas PPK;
d. berpendidikan paling rendah Sarjana Strata Satu (S1) atau setara; dan
e. memiliki kemampuan manajerial level 3 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tidak dapat terpenuhi, Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar dapat digunakan sampai dengan 31 Desember 2023.
4. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d tidak dapat terpenuhi, persyaratan Sarjana Strata Satu (S1) dapat diganti dengan paling rendah golongan III/a atau disetarakan dengan golongan III/a.
5. Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditambahkan dengan memiliki latar belakang keilmuan dan pengalaman yang sesuai dengan tuntutan teknis pekerjaan.
Oleh sebab itu, Kepala Dinas selaku PA pada OPD harus memperhatikan kompetensi Kepala Bidang yang di tunjuk sebagai KPA. Apabila Kepala Bidang/KPA yang diangkat tidak memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar, maka Kepala Dinas/PA dapat menetapkan PPK sebagai salah satu mitigasi risiko dalam pelaksanaan PBJ. Selain mitigasi risiko, penetapan PPK oleh Kepala Dinas/PA merupakan salah satu cara mempersiapkan personil untuk mengikuti uji kompetensi okupasi PPK. Karena persyaratan pelatihan dan uji kompetensi okupasi PPK adalah memiliki pengalaman di bidang PBJ minimal 2 (dua) tahun dan memiliki sertifikat keahlian tingkat dasar. Memperhatikan hal tersebut, maka sudah sepatutnya Kepala Dinas/PA mewajibkan KPA merangkap PPK untuk mengikuti ujian sertifikasi ahli tingkat dasar PBJ atau menetapkan PPK dari personil lainnya yang memiliki sertifikat ahli tingkat dasar. Dengan penempatan PPK yang kompeten serta diawasi oleh Kepala Bidang/KPA tentunya diharapkan segala hambatan dan risiko dalam pelaksanaan PBJ dapat diminimalisir. Selain itu hal ini juga agar Kepala Dinas/PA yang memiliki kewenangan menetapkan PPK tidak terkena pasal pembiaran/pengabaian. Apabila hanya menugaskan KPA yang tidak memiliki sertifikat ahli tingkat dasar PBJ sehingga harus merangkap sebagai PPK, tentunya jika terjadi permasalah hukum akan menjadi permasalahan juga bagi Kepala Dinas/PA yang memiliki kewenangan dalam menetapkan PPK.
Lihat juga : BIMTEK DAN UJIAN SERTIFIKASI PBJ TINGKAT DASAR
0 comments:
Post a Comment