Pasal 88 Perpres 16/2018 bergaung dimana-mana dalam setiap forum dan diskusi pengadaan barang/jasa. Padahal Perpres 16/2018 sudah lebih dari 1 tahun yang lalu diundangkan, sudah seharusnya semua perangkat dan pemangku kepentingan tidak kaget lagi dengan ketentuan dalam pasal ini yaitu “Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) huruf a paling lambat 31 Desember 2020”.
“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk dikaui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat di kurangi dalam keadaan apapun”
Serta dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
“Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.”
Pada beberapa kasus hukum, Asas non-retroaktif ini seringkali dikaitkan dengan asas yang ada dalam hukum pidana yang berbunyi “nullum delictum noela poena sinea pravea lege poenali” (Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan).
Misalnya pada awal bulan Mei 2019 Pokja Pemilihan X melakukan pengumuman pemilihan penyedia Jasa Konstruksi. Pokja Pemilihan X menggunakan Standar Dokumen Pemilihan berdasarkan Permen PUPR Nomor 07/PRT/M/2109 dan jadwal masa sanggah berakhir adalah dipertengahan bulan Juni 2019. Pada tanggal 15 Mei 2020 terbit Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2020 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia. Apakah pokja pemilihan harus membatalkan tender? Ataukah Pokja Pemilihan tetap melanjutkan proses tender? Apakah penyedia dapat mengajukan sanggahan dan meminta Pokja Pemilihan membatalkan tender karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku?
Contoh lain misalnya paket tender dini untuk Tahun Anggaran 2019 yang dilaksanakan pada tahun 2018, pada tahun awal tahun 2019 PPK dan Penyedia telah menandatangi kontrak dengan nilai kontrak Rp. 5 Milyar (HPS adalah 5,3 Milyar) berdasarkan standar dokumen pemilihan dalam SE PUPR Nomor 14/SE/M.2018 dimana masa pelaksanaan kontrak hingga akhir tahun anggaran. Sedangkan pada tanggal 20 Maret 2019 terbit Permen PUPR Nomor 07/PRT/M/2109 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia. Apakah PPK harus melakukan perubahan/addendum kontrak menyesuaikan dengan ketentuan pada peraturan yang baru? Apakah PPK harus membatalkan kontrak karena penyedia berkualifikasi kecil?
Berdasarkan ilustrasi di atas maka penulis berkesimpulan bahwa asas non-retroactive juga berlaku dalam Pengadan Barang/Jasa, tidak hanya berlaku untuk hukum pidana saja. Asas ini juga secara jelas menjadi semangat pemberlakuan perundangan-undangan. Yang dituangkan dalam ketentuan peralihan Permen PUPR Nomor 14 Tahun 2020 sebagai berikut:
Pasal 129, Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
- pengadaan Jasa Konstruksi yang telah dilakukan sampai dengan tahap perencanaan atau tahap persiapan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 07/PRT/M/2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia, tetap harus menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini; dan
- pengadaan Jasa Konstruksi yang telah dilakukan sampai dengan tahap pelaksanaan berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 07/PRT/M/2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia, masih tetap dilaksanakan sampai dengan selesainya seluruh kegiatan Jasa Konstruksi.
Pasal 130, Kontrak yang ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak tersebut.
Begitu juga dalam Perpres 16/2018, semangat asas non-retroaktif juga di kedepankan yaitu pada Ketentuan peralihan pasal 89 :
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:- Pengadaan Barang/Jasa yang persiapan dan pelaksanaan dilakukan sebelum tanggal 1 Juli 2018 dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
- Kontrak yang ditandatangani berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Kontrak.
Berdasarkan hal tersebut, peraturan perundang-undangan yang berlaku secara surut dapat mengakibatkan kekacauan administration of justice yang sangat pelik. Oleh sebab itu asas non-retroaktif mengikat semua peraturan perundang-undangan, atau dengan kata lain pada prinsipnya semua peraturan harus bersifat prospektif. Ini juga diperkuat bahwa di Indonesia pernah terdapat aturan yang mengatur mengenai asas non-retroaktif ini. Tepatnya peraturan pada masa Hindia Belanda, yaitu pada pasal 3 Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) yang terjemahannya :
“Undang-undang hanya mengikat untuk masa mendatang dan tidak mempunyai kekuatan yang berlaku surut.”
Sehingga berdasarkan hal diatas, maka dapat saya simpulkan sebagai berikut :
- Pimpinan/Kepala UKPBJ masih dapat menetapkan pokja pemilihan non jabfung PBJ untuk melaksanakan tender/seleksi sampai dengan 30 Desember 2020.
- Pokja Pemilihan non jabfung PBJ tetap dapat menyelesaikan proses pemilihan penyedia melewati 31 Desember 2020 dan menyerahkan hasil pemilihan ke PPK melalui kepala UKPBJ.
- Pimpinan/Kepala UKPBJ WAJIB mengutamakan Jabfung PBJ sejak 1 Januari 2021, ketentuan lain dapat dilihat pada Per LKPP 14 Tahun 2018 Pasal 16.
Bagaimana menyikapi pasal 88 thd minimnya SDM Jabfung UKPBJ di daerah?
ReplyDeleteApakah PP di OPD yg bersertifikat Dasar PBJ sejak 1 Januari 2021 sdh tdk dpt menjadi PP pak Ade??
Bagaimana Proses Inpassingnya agar UKPBJ bisa memaksimalkan SDM ASN yg bersertifikat Dasar PBJP yg tersebar di OPD?
Wah... klo nanya lengkap gini saya harus bikin artikel lanjutan Pa
Delete