LIFE IS JOURNEY

Perubahan Akan Selalu Terjadi, Yang Tetap Hanya Perubahan Itu Sendiri

HUMA BETANG

Dimana Langit Dipijak, Disitu Langit Dijunjung

FASILITATOR PBJ TINGKAT LANJUT

Pelatihan Fasilitator PBJ Lanjutan Angkatan II, Yogyakarta 15 s.d. 19 Oktober 2019

Thursday, March 31, 2022

KERJA SAMA OPERASI DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH : "SEKARANG ERANYA KOLABORASI BUKAN KOMPETISI"

 

Sekarang eranya kolabirasi bukan lagi kompetisi”, rekan-rekan vendor tentunya tidak asing dengan slogan tersebut yang sering digaungkan oleh banyak kalangan. Bahkan Pesiden  Jokowi dalam berbagai forum dialog dan pertemuan mengajak berbagai pihak untuk saling bersinergi dan berkolaborasi. Di era digital sekarang, para tiktokers dan youtuber pun sudah tidak asing lagi dengan istilah “COLLAB” dimana hal ini di lakukan jika seseorang ingin berkolaborasi dengan orang lain untuk konten Youtube ataupun tiktok.

Apa sih “COLLAB” atau kolaborasi itu? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi online adalah kolaborasi/ko•la•bo•ra•si/ n (perbuatan) kerja sama (dengan musuh dan sebagainya). Beberapa ahli juga mendefinisikan kolaborasi sebagai berikut :

  1. Kolaborasi adalah suatu bentuk proses sosial, dimana didalamnya terdapat aktivitas tertentu yang ditujukan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-masing. (Abdulsyani, 1999)
  2. Kolaborasi adalah usaha untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan melalui pembagian tugas/pekerjaan, tidak sebagai pengkotakan kerja akan tetapi sebagai satu kesatuan kerja, yang semuanya terarah pada pencapaian tujuan. (Hadari, 1994)
  3. Sink dalam (Dwiyanto, 2011) menjelaskan kolaborasi sebagai sebuah proses dimana organisasi-organisasi yang memiliki suatu kepentingan terhadap satu masalah tertentu berusaha mencari solusi yang ditentukan secara bersama dalam rangka mencapai tujuan yang mereka tidak dapat mencapainya secara sendiri- sendiri. 
  4. Morsink et.al mengemukakan kolaborasi sebagai suatu upaya bersama untuk merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi suatu program yang di dalamnya ada (terkandung) tindakan bersama atau terkoordinasi yang dilakukan anggota tim untuk mencapai tujuan (bersama) tim tersebut (Morsink,1991).

Kolaborasi dalam bisnis ternyata banyak yang sukses, salah satunya melalui kolaborasi Co-Branding sebagai berikut ini (Dreambox, 2022) :

  1. Garuda X Rans. Kolaborasi maskapai Garuda dan Rans Entertainment juga digadang-gadang sebagai co branding fenomenal yang sukses. Tentu saja hal ini sangat menguntungkan kedua belah pihak, pasalnya Garuda dan Rans sudah memiliki nama yang melejit di Indonesia. 
  2. Indomaret X Berbagai Bank. Beralih pada bidang lainnya, pasti Anda tidak asing dengan salah satu mini swalayan populer yakni Indomaret. Ternyata tanpa disadari oleh khalayak ramai, mini swalayan ini melakukan kolaborasi dengan berbagai bank, mulai dari bank BUMN hingga bank swasta. Hal ini merujuk pada bisnis pembayaran, sehingga pengguna tidak wajib datang ke bank atau ATM untuk melakukan transaksi, karena bisa bayar di Indomaret. 
  3. Produk Kosmetik X Influencer. Selanjutnya adalah kolaborasi yang kerap kali dilakukan, yaitu produk kosmetik dengan beauty influencer. Hal ini sangat ramai di Indonesia, mengingat cukup banyak perusahaan kosmetik yang mengadu nasib di sini.  Salah satu hasil kolaborasi yang sukses adalah “The Needs” pallet multifungsi dari brand Focallure yang dibuat bersama Tasya Farasya. Produk ini sukses merajai pasar kosmetik, dan membuat brand Focallure semakin dikenal di Indonesia. 
  4. Oreo X Supreme. Kolaborasi yang booming dan sempat viral datang dari produk makanan, yaitu Oreo. Jika dahulu Oreo hanya berwarna hitam saja, sekarang hadir Oreo berwarna merah hasil kolaborasi dengan Supreme. Kedua perusahaan ini menghasilkan produk yang super limited edition, dengan harga yang selangit. Hal tersebut wajar, karena Supreme merupakan brand kelas atas yang sangat populer. 
  5. Chitato X Indomie Goreng. Sebelum Oreo Supreme naik daun, Chitato X Indomie Goreng sudah merajai pasar snack. Hasil kolaborasi dua perusahaan makanan yang bertolak belakang ini bisa dikatakan sukses, karena dapat menarik konsumen dari berbagai kalangan. Lebih tepatnya mampu menggugah rasa penasaran konsumen, karena rasa Indomie Goreng yang ada di Chitato. 

Selain kolaborasi co-Branding di atas, perusahaan merek otomotif ternama di dunia pun sekarang sudah melaksanakan kolaborasi co-Production untuk produk otomotif khususnya kendaraan roda 4. Pabrikan mobi dari Jepang, Toyota dan Daihatsu telah lama mengembangkan produk bersama. Kolabarosi dalam co-Poducing itu dalam hal pengembangan dan pembuatan produk kembar duet Avanza-Xenia, Rush-Terios, Agya-Ayla, dan Calya-Sigra. Keempat poduk ini merupakan penjualan produk utama yang menjadikan Toyota-Daihatsu menjadi peringkat pertama dan kedua sebagai merek terlaris di Indonesia. Langkah kolaborasi ini pun ditiru oleh kompetitornya yaitu Nissan-Mitsubishi yang melakukan kolaborasi co-Producing yaitu melalui salah satu pabrik Nissan yang memproduksi mesin untuk Xpander-Livina.

Masih banyak lagi jenis-jenis kolaborasi yang dapat diterapkan dalam bisnis, seperti co-Distributing dan co-Funding.

Bagaimanakah dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (PBJ)? Bolehkah Vendor melakukan “COLLAB” dalam PBJ?

Penyedia usaha nonkecil atau koperasi yang melaksanakan pekerjaan melakukan kerja sama usaha dengan usaha kecil dan/atau koperasi dalam bentuk kemitraan, subkontrak, atau bentuk kerja sama lainnya, jika ada usaha kecil atau koperasi yang memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan. (Pasal 65 ayat 7, Perpres 16/2018 dan perubahannya Perpres 12/2021).

Para pihak dalam Kontrak terdiri dari dua pihak, apabila pihak kedua dalam Kontrak merupakan suatu konsorsium/kerja sama operasi/kemitraan/bentuk kerjasama lain maka harus dijelaskan nama bentuk kerjasamanya, siapa saja anggotanya dan siapa yang memimpin dan mewakili kerja sama tersebut. (Angka 4, 2.3.2.3 Naskah Perjanjian Lampiran I PerLKPP 12/2021).

Yup, ternyata para Vendor juga bisa “COLLAB” dalam PBJ lho. Jadi tidak harus selalu berkompetisi untuk ikut serta dalam PBJ melalui tender atau seleksi. Nah, sebelum melakukan “COLLAB”, rekan-rekan Vendor juga harus tau nih apa saja sih yang harus diketahui mengenai syarat dan ketentuan melakukan “COLLAB” dalam mengikuti PBJ. “COLLAB” yang paling umum dilaksanakan dalam PBJ adalah subkontrak atau Kerjasama Operasi (KSO). Nah untuk saat ini, kita bahas yang melalui Kerjasama Operasi dl yuk.

Apa sih KSO itu? 

  • KSO adalah Kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk bersama-sama melakukan suatu kegiatan usaha guna mencapai suatu tujuan tertentu” (Pasal 1 angka 14, PMK 740/1989)
  • KSO adalah Kerjasama dengan prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan antara BUMN dengan mitra kerjasama, dimana BUMN ikut terlibat dalam manajemen pengelolaan (Angka 11 Bab I.IV, Permen BUMN 13/2014)
  • KSO adalah kerja sama usaha antar penyedia yang masing-masing pihak mempunyai hak, kewajiban dan tanggung jawab yang jelas berdasarkan perjanjian tertulis (Bab II Instruksi Kepada Peserta Model Dokumen Pengadaan)

Secara garis besar KSO adalah bentuk kerjasama joint operation antara dua atau lebih perusahaan untuk melakukan aktivitas tertentu dalam waktu tertentu. Dimana untuk joint operation terdapat dua tipe yaitu sebagai berikut (www.online-pajak.com):

  1. Administrative Joint Operation. Tipe JO yang juga sering disebut Kerja Sama Operasi (KSO) ini merupakan bentuk kerja sama yang kontrak dari pemberi kerjanya ditandatangani atas nama JO. Pada kondisi ini, JO seolah-olah menjadi entitas tersendiri, terpisah dari perusahaan yang menjadi anggota JO. Kemudian pekerjaan terhadap proyek menjadi tanggung jawab entitas JO, bukan masing-masing perusahaan anggota kerja sama itu. Sejumlah masalah permodalan hingga pembagian hasil juga ditentukan berdasarkan porsi pekerjaan masing-masing anggota yang disepakati dalam joint operation agreement. Contohnya seperti pembiayaan proyek, pengadaan peralatan, tenaga kerja, biaya bersama (joint cost), hingga pembagian hasil (profit sharing).
  2. Non-Administrative Joint Operation. Tipe JO ini sering disebut konsorsium, di mana kontrak dengan pemberi kerja (project owner) dibuat atas nama masing-masing perushaan anggota kerja sama tersebut. JO dalam hal ini hanya berperan sebagai alat koordinasi, dengan begitu tanggung jawab pekerjaan terhadap project owner ada pada masing-masing anggota.

KSO dalam pemerintah juga adalah tipe Administrative Joint Operation, hal ini juga dinyatakan oleh Sujoko bahwa KSO dalam PBJ lebih condong mengarah bentuk Administrative Joint Operation karena untuk penandatanganan kontrak diwakili oleh leadfirm (Sujoko, 2020).

Bagaimana syarat dan ketentuan untuk melakukan “COLLAB” dalam PBJ?

Kerja sama operasi dapat dilaksanakan dengan ketentuan:

Untuk barang, jasa lainnya dan jasa konsultansi Nonkonstruksi

  1. Memiliki kualifikasi usaha nonkecil dengan nonkecil;
  2. Memiliki kualifikasi usaha nonkecil dengan usaha kecil;
  3. Memiliki kualifikasi usaha nonkecil dengan koperasi;
  4. Memiliki kualifikasi usaha kecil dengan usaha kecil;
  5. Memiliki kualifikasi usaha kecil dengan koperasi; dan/atau
  6. Koperasi dengan koperasi.

Dalam melaksanakan KSO, usaha kecil atau koperasi tersebut memiliki kemampuan di bidang yang bersangkutan.

Untuk Jasa Konstruksi

  1. Memiliki kualifikasi usaha besar dengan usaha besar;
  2. Memiliki kualifikasi usaha menengah dengan usaha menengah;
  3. Memiliki kualifikasi usaha besar dengan usaha menengah;
  4. Memiliki kualifikasi usaha menengah dengan usaha kecil;
  5. Memiliki kualifikasi usaha kecil dengan usaha kecil.

Kerja sama operasi tidak dapat dilaksanakan oleh:

  1. Penyedia Jasa dengan kualifikasi usaha besar dengan Kualifikasi usaha kecil; dan
  2. Penyedia Jasa dengan Kualifikasi usaha kecil dengan Kualifikasi usaha kecil untuk Pekerjaan Konstruksi.

Leadfirm KSO harus memiliki kualifikasi setingkat atau lebih tinggi dari badan usaha anggota KSO dengan porsi modal mayoritas dan paling banyak 70% (tujuh puluh persen).

COLLAB Vendor PBJ merupakan Administrative Joint Operation, maka salah satu badan usaha anggota KSO harus menjadi pimpinan KSO (leadfirm). Leadfirm kerja sama operasi harus memiliki kualifikasi setingkat atau lebih tinggi dari badan usaha anggota kerja sama operasi.

Berapa maksimal jumlah Vendor yang bisa “COLLAB” sebagai anggota KSO? 

Pada pekerjaan bersifat tidak kompleks, jumlah anggota KSO dibatasi paling banyak 3 (tiga) perusahaan dan yang bersifat kompleks dibatasi paling banyak 5 (lima) perusahaan.

Jika Vendor melakukan “COLLAB” melalui KSO? Siapakah yang berhak mengikuti/mewakili KSO dalam PBJ?

Jika mengikuti PBJ dengan cara COLLAB, maka yang mengikuti proses PBJnya adalah Leadfirm sebagai wakil dari KSO. Mulai dari pendaftaran, pemasukan penawaran, menghadiri pembuktian kualifikasi, menandatangani kontrak dan melakukan serah terima barang/jasa dilakukan oleh Leadfirm.

Sekian bahasan singkat mengenai COLLAB dalam PBJ. Semoga bisa bermanfaat bagi para Vendor untuk mempertimbangkan ber COLLAB dalam PBJ melalui Kerjasama Operasi (KSO).

DAFTAR PUSTAKA

6 Contoh Kolaborasi Co-Branding yang Sukses | Dreambox. (n.d.). Retrieved March 17, 2022, from https://www.dreambox.id/blog/6-contoh-kolaborasi-co-branding-sukses/

Abdulsyani. Sosiologi Skematika, teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara.1994

Almaududi. (2019). Apa yang Dimaksud Dengan Kerjasama Operasi (KSO) ? https://almaududi.com/2019/01/05/apa-yang-dimaksud-dengan-kerjasama-operasi-kso/

Dwiyanto, A. (2017). Manajemen Pelayanan Publik: Peduli Inklusif Dan Kolaborasi. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.

Hadari Nawawi, Publisher: Jakarta : Ghalia Indonesia, 1994

Joint Operation, Pengertian Dasar dan Ketentuan Perpajakannya. (n.d.). Retrieved March 17, 2022, from https://www.rusdionoconsulting.com/joint-operation/

Joint Operation, Pahami Konsep dan Ketentuan Perpajakannya di Sini! (n.d.). Retrieved March 17, 2022, from https://www.online-pajak.com/tentang-efiling/joint-operation

Produk Kolaborasi Terbukti Sukses di Pasar Otomotif Indonesia - Otomotif Bisnis.com. (n.d.). Retrieved March 17, 2022, from https://otomotif.bisnis.com/read/20191104/46/1166577/produk-kolaborasi-terbukti-sukses-di-pasar-otomotif-indonesia

Morsink, Catherine V. 1991. Carol Chase Thomas and Vivian I. Correra, Interac-tive Teaming : Consultation and Collaboration in Special Programs. Mc Miillan Publishing Company, New York.

Sujoko, A. (2020). Teori dan Praktik Berkontrak dengan Penyedia Kerja Sama Operasi (KSO) dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Administrative Law and Governance Journal, 3(1), 35–53. https://doi.org/10.14710/alj.v3i1.35-53

Artikel ini juga di terbitkan dalam pada link web berikut https://menulis.vendor-indonesia.id/2022/03/18/kerja-sama-operasi-dalam-pengadaan-barang-jasa-pemerintah-sekarang-eranya-kolaborasi-bukan-kompetisi/ pada tanggal 18 Maret 2022

Tuesday, March 29, 2022

NEGOSIASI HARGA E-PURCHASING KATALOG DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

  

Perubahan kebijakan tentang pencantuman barang/jasa pada Katalog Elektronik setelah berlakunya Berlakunya Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yaitu mengganti ketentuan Pemilihan Produk yang dicantumkan di katalog menjadi Pengelolaan Katalog yang dilakukan oleh Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah atau LKPP. Dimana hal ini menyebabkan dihapusnya metode Pemilihan Produk yang dicantumkan di katalog melalui negosiasi atau tender melainkan menggunakan metode verifikasi yang di lakukan oleh Tim Verifikator. Tim hanya melakukan proses pengecekan kesesuaian dan kelengkapan dokumen/proposal baik persyarat kualifikasi pelaku usaha dan persyaratan teknis barang/jasa terhadap persyaratan pencantuman barang/jasa di Katalog Elektronik. Sedangkan harga/barang jasa yang tercantum/tayang pada Katalog Elektronik adalah harga yang ditetapkan oleh Penyedia Katalog sebagai Harga Satuan Tertinggi (HST).

Untuk menindaklanjuti hal tersebut diatas maka Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Pasal 18 Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2021 tentang Toko Daring dan Katalog Elektronik dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan Keputusan Deputi II Nomor 61 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik mengatur bahwa pelaksanaan e-Purchasing Katalog dapat dilaksanakan dengan metode Negosiasi Harga, Mini-Kompetisi dan Competitive Catalogue. Metode-metode tersebut dipilih sesuai dengan kriteria atau kondisi barang/jasa sebagai berikut:

  1. Negosiasi Harga, dilakukan terhadap harga satuan produk dengan mempertimbangkan kuantitas produk yang diadakan, ongkos kirim, biaya instalasi, atau ketersediaan produk.
  2. Mini-Kompetisi, terhadap 2 (dua) atau lebih Penyedia yang memiliki produk yang sama atau produk dengan spesifikasi sejenis yang dibutuhkan oleh PPK/PP dengan tujuan mendapatkan harga terbaik.
  3. Competitive Catalogue, memuat data dan informasi yang ditawarkan oleh Penyedia dalam lingkup pekerjaan konstruksi berupa komponen dasar konstruksi yang kemudian dikompetisikan melalui sistem.

Oleh sebab itu, metode Negosiasi harga merupakan titik kritis dalam pelaksanaan e-Purchasing Katalog dalam mencapai tujuan pengadaan untuk mendapatkan barang/jasa yang 6T (Tepat : Kualitas, Kuantitas, Waktu, Lokasi, Sumber dan Harga) berdasarkan prinsip dan etika pengadaan. Negosiasi harga diharapkan memberi nilai tambah dari sisi spesifikasi teknis (kualitas,kuantitas dan lokasi) tetapi dengan harga yang sama. Sehingga PP/PPK harus menerapkan strategi dalam melakukan negosiasi harga yang tidak hanya untuk mendapatkan harga termurah saja. Seperti dalam permainan catur, kita tidak hanya harus paham cara bermain catur tetapi juga harus memiliki strategi untuk menjadi pemenang dalam permainan catur. Begitu juga dalam melakukan negosiasi harga, PP/PPK telah dibekali panduan teknis oleh LKPP dalam Surat Edaran Deputi II Nomor 2 Tahun 2021 tentang Panduan pelaksanaan Negosiasi Harga e-Purchasing Katalog untuk Pejabat Pengadaan (PP)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Ruang lingkup SE ini meliputi :

  • Ketentuan e-Purchasing Katalog
  • Persiapan e-Purchasing Katalog melalui Metode Negosiasi Harga
  • Pelaksanaan E-Purchasing Katalog melalui Metode Negosiasi Harga
  • Tahapan e-Purchasing Katalog Melalui Metode Negosiasi Harga
Tetapi tidak cukup dengan hanya paham panduan tersebut, tetapi juga kita harus memahami strategi dalam melaksanakan negosiasi harga yang tentunya harus sesuai denagn prinsip dan etika pengadaan.Oleh sebab itu, diperlukan kompetensi dalam melaksanakan negosiasi harga. Kompetensi adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja yang sesuai dengan standardisasi yang diharapkan (Badan Nasional Sertifikasi Profesi , 2014). Adapun kompetensi teknis yang harus dimiliki oleh PP/PPK dalam melaksanakan negosiasi (Kamus Kompetensi Teknis Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, 2019) adalah sebagai berikut:
  • Kompetensi dalam melakukan persiapan negosiasi harga e-Purchasing katalog merupakan Kompetensi Perencanaan Pengadaan Level 2 yaitu mampu melakukan perkiraan harga berbasis harga pasar, standar harga, dan harga paket pekerjaan sejenis.
  • Kompetensi dalam melaksanakan negosiasi harga e-Purchasing Katalog merupakan Kompetensi Pemilihan Penyedia Level 2 yaitu mampu melakukan pemilihan penyedia barang/jasa untuk pekerjaan dengan proses pengadaan barang/jasa yang sederhana. Sederhana ini dilihat dari prosesnya singkat, variable yang dinilai untuk menetapkan penyedia jumlahnya sedikit, dan jumlah pelaku usaha yang mungkin ditunjuk jumlahnya banyak. Pengadaan Barang/Jasa sederhana meliputi: Pengadaan Langsung, Tender Cepat, Purchasing, dan Pembelian Melalui Toko Daring. 

Indikator perilaku untuk melaksanakan negosiasi harga adalah mampu melakukan Pengadaan Barang/Jasa secara e-Purchasing dan Pembelian melalui Toko Daring dan melakukan pekerjaan Negosiasi dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan mengacu pada Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dan standar harga/biaya.

Definisi Negosiasi

  • "/ne•go•si•a•si/ /" "N proses tawar-menawar dengan jalan berunding untuk mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak (kelompok atau organisasi) dan pihak (kelompok atau organisasi) yang lain;penyelesaian sengketa secara damai melalui perundingan antara pihak yang bersengketa." (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
  • "Tawar menawar antarpihak untuk mencapai kesepakatan tentang jumlah, harga, kualitas, atau persyaratan sesuai dengan pembicaraan (negotiation)." (Otoritas Jasa Keuangan)

Pengertian Negosiasi Menurut Para Ahli

  • Negosiasi adalah sebuah proses yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang pada mulanya memiliki pemikiran berbeda, hingga akhirnya mencapai kesepakatan. (Jackman, 2005)
  • Negosiasi adalah sebuah transaksi dimana kedua belah pihak mempunyai hak atas hasil akhir. Untuk itu diperlukan persetujuan dari kedua belah pihak sehingga terjadi proses yang saling memberi dan menerima sesuatu untuk mencapai suatu kesepakatan bersama. Oliver (dalam Purwanto, 2006)
  • Negosiasi adalah proses interaktif yang dilakukan untuk mencapai persetujuan. Proses ini melibatkan dua orang atau lebih yang memiliki pandangan berbeda tetapi ingin mencapai beberapa resolusi bersama. (McGuire, 2004)

Berdasarkan pengertian diatas maka dapat kita artikan bahwa negosiasi harga e-Purchasing adalah suatu proses kegiatan tawar menawar “Bargaining”, antara PP/PPK dengan Penyedia Katalog dan pihak lain yang terkait (jika diperlukan) terhadap produk barang/jasa yang tercantum dalam Katalog Elektronik. Dimana proses negosiasi yang dilakukan tersebut dicatatkan oleh PP/PPK melalui fitur negosiasi pada aplikasi Katalog Elektronik dan dicantumkan pada Surat Pesanan. Selain Negosiasi Harga, PP/PPK juga dapat melakukan negosiasi Layanan Teknis Pendukung, yaitu:

  1. Pelatihan Penggunaan Barang (apabila belum termasuk dalam harga barang/jasa);
  2. Instalasi (apabila belum termasuk dalam harga barang/jasa);
  3. Garansi/Layanan Purna Jual; dan/atau
  4. Menambah pemaketan (bundling) dengan produk lainnya selama kompatibel serta mendukung fungsi dan kinerja barang/jasa.

Jika PPK/PP membutuhkan Layanan Teknis Pendukung selain yang dimaksud diatas, maka PP/PPK sebelum melakukan negosiasi terlebih dahulu berkonsultasi dengan Pengelola Katalog Elektronik. Adapun untuk kesepakatan harga satuan hasil negosiasi harga tidak boleh melebihi HST yang tercantum/tayang pada aplikasi Katalog Elektronik. 

Apabila tidak terjadi kesepakatan Negosiasi Harga dan Layanan Teknis Pendukung antara PPK/PP dengan Penyedia Katalog, maka PP/PPK dapat membatalkan paket. Untuk menghindari hal tersebut maka masing-masih pihak terutam PP/PPK sebagai inisiator dalam melakukan negosiasi harus memperhatikan tujuan dari negosiasi yaitu :

  • Mencapai kesepakatan bersama
  • Mengurangi perbedaan porsi dan konflik pada tiap pihak
  • Menyatukan semua pendapat sehingga bisa menguntungkan kedua belah pihak atau lebih dalam negosiasi (mencapai win-win solution)
  • Mengatasi atau menyesuaikan perbedaan untuk memperoleh sesuatu dari pihak lain tanpa dipaksakan
PP/PPK juga perlu memperhatikan kebutuhan/keinginan dari Penyedia Katalog dalam melaksanakan transaksi perdagangan. Adapun, ada 6 (enam) faktor dasar yang menjadi pokok permasalahan dalam proses negosiasi dan penetapan kontrak dagang.
  1. Kondisi kualitas atau standar mutu produk (Terms of Quality)
  2. Syarat pembayaran (Terms of Payment)
  3. Syarat penyerahan barang (Terms of Delivery)
  4. Syarat asuransi (Terms of Insurance)
  5. Masalah klaim (Claims Settlement)
  6. Masalah kelengkapan Dokumen (Term of Documents)

Hal-hal ini merupakan ketentuan-ketentuan yang nanti akan tertuang dalam surat pesanan. Berbeda dengan proses tender/penunjukan langsung/seleksi/pengadaan langsung, dimana Pelaku Usaha mendapatkan informasi tersebut di atas dalam Syarat - Syarat Khusus Kontrak (SKKK)/Ketentuan Umum yang merupakan bagian bagian dari Dokumen Pengadaan. Pada pelaksanaan e-Purchasing maka dalam negosiasi juga perlu disampaikan mengenai Rancangan Surat Pesanan khususnya bagian Syarat dan Ketentuan yang menjelaskan standar mutu barang/jasa (jaminan bebas cacat mutu/garansi), syarat pembayaran, syarat penerimaan, pemeriksaan dan Retur Barang, syarat asuransi, denda keterlambatan, dan hal-hal lain yang perlu diatur pada Syarat dan Ketentuan Surat Pesanan.

Berdasarkan pembahasan di atas maka proses negosiasi dapat disimpulkan dan digambarkan seperti diagram di bawah ini :

 

Berdasarkan gambar di atas, pada persiapan negosiasi harus ada obyek yang akan dibahas yaitu barang/jasa yang dibutuhkan dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Barang/jasa tersebut pada tahap berikutnya dipakai sebagai obyek dikendalikan dalam kontrak dan diperkirakan bisa memunculkan suatu masalah bila tidak sesuai dengan harapan pengguna jasa. Maka perlu adanya persiapan dan pembahasan agar masalah terbut tidak muncul dikemudian hari.

Menurut John Mattock (1998:70) mengatakan : perencanaan menyeluruh memberikan lebih banyak keuntungan daripada sekedar penampilan di meja, 70% kesempatan sukses tergantung pada kesiapan yang baik, jika takut akan melakukan kesalahan maka kesuksesan juga akan tertunda”. Lebih jauh dikatakan merencanakan berarti menemukan sesuatu, kemudian memutuskan apa yang diinginkan dengan merancang suatu strategi.

Jadi disinilah diperlukan PP/PPK berperan sebagai negosiator yang akan membahas masalah tersebut agar sesuai dengan perencanaan pengadaan sekaligus bertujuan untuk meminimalkan kesalahan, sehingga Penyedia Katalog yang terlibat dalam proses negosiasi dan melaksanakan kontrak tersebut merasa tidak ada yang dirugikan (win-win solution) tercapai. PP/PPK perlu melakukan persiapan untuk mendapatkan barang/jasa dengan efisien dan efektif yang disediakan oleh Penyedia Katalog. Salah satunya adalah mempersiapkan Referensi Harga yang berfungsi sebagai referensi untuk melakukan Negosiasi Harga. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:

Referensi Harga disusun dengan sumber data sebagai berikut:

  • Mencari produk dengan harga terbaik yang tercantum pada Katalog Elektronik sesuai dengan spesifikasi teknis yang dibutuhkan dengan memperhatikan ketentuan terkait Prioritas Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Prioritas Penggunaan Produk dari Penyedia dengan Kualifikasi Usaha Kecil serta Koperasi;
  • Mencari harga pembanding produk sejenis di luar aplikasi Katalog Elektronik (apabila ada);
  • informasi biaya/harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh K/L/PD (apabila ada); dan
  • Dokumen lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan (apabila ada).

Selain Referensi Harga, apabila diperlukan PPK juga dapat mempersiapkan kebutuhan terkait layanan teknis pendukung dari barang/jasa untuk dijadikan referensi dalam melakukan negosiasi dengan Penyedia. Layanan teknis pendukung adalah layanan yang dapat diberikan Penyedia untuk mendukung penggunaan dari barang/jasa yang akan dibeli. Negosiasi layanan teknis pendukung tidak digunakan untuk menegosiasi teknis barang seperti mengubah/menambah spesifikasi barang/jasa yang telah tayang pada Katalog Elektronik.

Selain dari referensi harga yang disusun PPK, jika diperlukan PP juga melakukan persiapan dalam melakukan negosiasi harga dengan mengumpulkan dan menganalisa data sebagai berikut :

  1. bukti transaksi terakhir atas produk yang tercantum pada Katalog Elektronik;
  2. struktur pembentuk dari harga yang tercantum pada Katalog Elektronik;
  3. riwayat harga transaksi Penyedia sebagaimana tersedia dalam fitur harga terbaik pada aplikasi Katalog Elektronik (apabila tersedia); dan/atau
  4. kebutuhan layanan teknis pendukung.

Negosiasi adalah suatu proses saling tawar menawar antara PP/PPK dan Penyedia Katalog dipengaruhi oleh berbagai hal seperti kewenangan para pihak dalam negosiasi, ketersediaan barang/jasa dan tingkat kebutuhan masing-masing pihak. Agar proses negosiasi harga berjalan efisien dan efektif, maka harus bagaimana posisi tawar menawar dari PP/PPK dan Penyedia Katalog. Siapakah pihak yang bisa mengambil keputusan dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi keputusan. Selain itu juga, PP/PPK harus mengetahui kekuatan dan kelemahan dari institusi terhadap barang/jasa yang dibutuhkan dari Penyedia Katalog. Salah satu cara sederhana adalah dengan analisa SWOT yaitu teknik perencanaan strategi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dalam suatu proyek. Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500.

Kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) yang berasal dari internal institusi, baik itu hal-hal yang dapat dikontrol dan dapat berubah.  Contohnya dari sisi kekuatan adalah besarnya nilai belanja pengadaan tetapi kelemahannya sulit atau sering terlambat dalam proses pembayaran. Sedangkan peluang (opportunities) dan ancaman (threats) adalah hal eksternal yang mempengaruhi ketersedian pasokan produk atau hal-hal yang terjadi di luar institusi anda pada pasar yang lebih besar. Kita dapat memanfaatkan peluang dan melindungi dari ancaman, tetapi kita tidak dapat mengubahnya. Contohnya termasuk ketersediaan produk, harga tukar rupiah, dan tren belanja pemerintah/swasta. 

Selain hal teknis diatas, hal yang juga penting dan harus diperhatikan oleh PP/PPK ketika melakukan praktik negosiasi adalah etika. Etika adalah suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai pedoman dalam berperilaku di masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan buruk. Sedangkan, etika dasar pengadaan artinya norma/aturan yang menjadi pedoman pokok/utama/kunci/elementer yang harus/wajib dimiliki pelaku dalam melaksanakan pengadaan. Oleh sebab itu merupakan suatu keharusan untuk para pelaku pengadaan untuk menerapkan etika pengadaan dalam melakukan negosiasi harga. Dalam negosiasi harga para pihak memiliki tujuan yang berbeda-beda, PP/PPK menghendaki barang/jasa berkualitas tertentu dengan harga yang semurah-murahnya. Sebaliknya Penyedia Katalog menginginkan keuntungan setinggi-tingginya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya. Tetapi, pada umumnya para pelaku pengadaan cenderung belum merasa “memiliki” seperti dengan membelanjakan dengan uangnya sendiri. Berdasarkan teori agensi, pemilik sumber daya (uang) pada instansi pemerintah adalah rakyat. Sedangkan PP/PPK adalah bagian pembelian/pengadaan yang seringkali memiliki tujuan berbeda dengan pemiliknya. Tanpa etika pengadaan, maka ada kecenderung untuk memuaskan keinginannya pribadi dari PP/PPK. Oleh karena itu, PP/PPK dan Penyedia Katalog harus melaksanakan proses negosiasi sesuai dengan etika pengadaan yang tertuang dalam Pasal 7 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan perubahan sebagai berikut :

  1. Tertib dan tanggung jawab. Dalam melaksanakan negosiasi semua pihak melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai sasaran, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan Barang/Jasa. Dokumen persiapan  dan pelaksanaan negosiasi disusun dengan teratur dan rapih  dan hasil dari negosiasi dapat di pertanggung jawabkan jika terjadi sesuatu hal (diperiksa/audit, dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya) 
  2. Professional, mandiri dan menjaga rahasia. Melaksanakan proses negosiasi secara professional berdasarkan tata cara/prosedur melakukan negosiasi serta mempersiapkannya secara mandiri termasuk mempersiapkan hal-hal yang akan dinegosiasikan. Serta menjaga informasi/rahasia yang di disampaikan oleh pelaku usaha yang berhubungan dengan informasi bisnisnya.
  3. Tidak saling mempengaruhi. PP/PPK dan Penyedia Katalog dalam melakukan negosiasi tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang berakibat persaingan usaha tidak sehat.
  4. Menerima dan tanggung jawab. Hasil negosiasi sebagai keputusan yang ditetapkan bersama dalam aplikasi e-Purchasing dan dituangkan dalam Surat Pesanan harus diterima dan dilaksanakan dengan penuh tanggung oleh PP/PPK dan Penyedia Katalog yang telah ditetapkan, disampaikan harus
  5. Menghindari conflict of interest. Semua pihak yang terlibat dalam PBJP wajib menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan pihak yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang berakibat persaingan usaha tidak sehat dalam Pengadaan Barang/Jasa. Adapun hal-hal yang dapat menyebabkan pertentangan kepentingan dalam e-Purchasing adalah sebagai berikut : a). Pengurus/Manajer koperasi yang mengikuti e-Purchasing, yang mana pengurus koperasi merangkap sebagai PA/KPA/PPK/Pokja Pemilihan/PP, b). PPK/Pokja Pemilihan/PP baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau menjalankan badan usaha Penyedia

Mencegah pemborosan. PPK dalam menetapkan merek/spesifikasi teknis barang/jasa yang dibutuhkan di Katalog Elektronik berdasarkan pada kebutuhan bukan atas dasar keinginan dengan menyusun justifikasi teknis.

Menghindari penyalahgunaan wewenang. PP/PPK dan Penyedia Katalog dalam melakukan negosiasi wajib menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi.

Tidak menerima, menawarkan/menjanjikan. PP/PPK dan Penyedia Katalog tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apa saja dari atau kepada siapapun yang diketahui atau patut diduga berkaitan dengan pelaksanaan e-Purchasing seperti “biaya/jasa klik paket”.

Selain etika pengadaan, PP/PPK dan Penyedia Katalog juga juga harus memperhatikan etika dan norma sosial dalam melakukan proses negosiasi sebagai berikut :

  • PP/PPK menyediakan tempat dan waktu yang representatif dalam melakukan negosiasi dengan Penyedia Katalog. Negosiasi bisa dilakukan secara tatap muka atau secara daring, untuk negosiasi secara tatap muka dilakukan di kantor/sekretariat resmi dari PP/PPK. Hindari melakukan negosiasi di tempat/fasilitas umum atau di restoran/kafe atau tempat lainnya. Negossiasi secara daring dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mempertimbangkan koneksi jaringan internet dan waktu pelaksanan pada jam dan hari kerja. 
  • PP/PPK yang mewakili Pengguna Jasa menyampaikan maksud dan tujuan negosiasi dengan kalimat santun, jelas dan terinci.
  • Dalam hal Penyedia Katalog menyanggah permintaan dari PP/PPK dengan santun dan tetap menghargai maksud PP/PPK.
  • PP/PPK yang mewakili Pengguna Jasa mengemukakan argumentasi dengan kalimat santun dan meyakinkan Penyedia Katalog disertai dengan alasan yang logis.

Dari pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain:

  1. PP/PPK dalam melakukan negosiasi harga e-Purchasing Katalog sudah diberikan panduan secara teknis oleh LKPP melalui Surat Edaran Deputi II Nomor 2 Tahun 2021.
  2. PP/PPK dituntuk untuk memiliki kompetensi melakukan negosiasi harga, tidak hanya paham ketentuan teknisnya saja. Tetapi juga memiliki keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk melakukan negosiasi. Salah satunya dengan analisa SWOT sederhana untuk mempersiapkan strategi dalam melaksanakan negosiasi. Sikap kerja yang ditampilkan oleh PP/PPK juga harus mencerminkan etika pengadaan barang/jasa, etika dan norma sosial dalam melaksanakan negosiasi. 

Daftar Pustaka

Hamkah, H., & Purwanto, H. (2018). Kajian Etika Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. JURNAL SIMETRIK, 8(2), 107. https://doi.org/10.31959/js.v8i2.182

itjen, wbs. (n.d.). NEGOSIASI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMERINTAH Oleh Abu Sopian Widyaiswara pada Balai Diklat Keuangan Palembang. Retrieved March 14, 2022, from https://www.academia.edu/36114312/NEGOSIASI_DALAM_PENGADAAN_BARANG_DAN_JASA_PEMERINTAH_Oleh_Abu_Sopian_Widyaiswara_pada_Balai_Diklat_Keuangan_Palembang

Sukmawati, N. M. R., & Budiasa, I. M. (2013). Negosiasi dan Kontrak Dagang dalam Perdagangan Internasional “Export” Di Fa. ARI. Soshum Jurnal Sosial Dan Humaniora, 3(1), 108–117. https://ojs.pnb.ac.id/index.php/SOSHUM/article/download/448/378

Pemerintah Indonesia. 2018. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Jakarta : Sekretariat Negara

Pemerintah Indonesia. 2021. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Jakarta : Sekretariat Negara

Pemerintah Indonesia. 2021. Peraturan Lembaga Nomor 9 Tahun 2021 Tentang Toko Daring Dan Katalog Elektronik Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Jakarta : Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Pemerintah Indonesia. 2021. Surat Edaran Deputi II Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Panduan Penyelenggaraan E-Purchasing Katalog Melalui Negosiasi Bagi Pejabat Pembuat Komitmen dan Pejabat Pengadaan. Jakarta : Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Pemerintah Indonesia. 2022. Keputusan Deputi II Nomor 61 Tahun 2022 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik. Jakarta : Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Artikel ini juga di terbitkan dalam pada link web berikut https://journal.ifpi.or.id/index.php/jpbj/article/view/2/2 pada tanggal 19 Maret 202

Monday, March 14, 2022

ASOSIASI VENDOR INDONESIA

 

Anggaran dalam Proyek Pemerintah setiap tahunnya terus meningkat, pada tahun 2021 Anggaran Pengadaan mencapai Rp1.214 Triliun atau sekitar 52,1% dari APBN. Pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk sektor Usaha Mikro Kecil dan Koperasi sebesar 40%, hal tersebut menjadi peluang Potensial bagi para Penyedia diseluruh Indonesia, untuk dapat berpartisipasi dalam berbagai Program Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, baik yang melalui sistem Tender, e-katalog, maupun e-marketplace. Oleh sebab itu perlu pembinaan kepada pelaku usaha  untuk memenuhi kebutuhan barang/jasa tersebut.

Salah satu peranan pemerintah melalui LKPP untuk meningkatkan daya saing, iklim usaha dan peran serta Pelaku Usaha untuk Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Perlu dilakukan pembinaan terhadap pelaku usaha pengadaan barang/jasa pemerintah secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Dimana hal tersebut dituangkan dalam Peraturan LKPP Nomor 4 Tahun 2021 tentang Pembinaan Pelaku Usaha Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Ruang lingkup Peraturan Lembaga ini meliputi:

  1. pemberian peningkatan kapasitas Pelaku Usaha;
  2. pemberian dukungan;
  3. penilaian Kinerja Penyedia Barang/Jasa; dan
  4. pengenaan Sanksi Daftar Hitam. 
Sebagai salah fasilitator LKPP, maka merupakan salah satu tugas kami juga untuk melakukan pembinaan kepada para pelaku usaha. Salah satunya dengan menjadi terlibat dengan Asosiasi Vendor Indonesia yang di ketuai oleh Bapak Andi Zabur Rahman, S.Kom. S.Si., MBA.,CPSp., CCMs., CPSt., CH.,CHt., NNL. Dalam asosiasi saya dipercaya sebagai anggota Badan Riset, Pengembangan dan Konsultasi. Asosiasi Vendor Indonesia hadir sebagai perwujudan membantu meningkatkan kemampuan dan pemahaman bagi seluruh Pelaku Usaha yang berkecimpung dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah maupun yang berminat menjadi Pelaku Usaha.

Untuk itu kami mengajak rekan-rekan pelaku usaha untuk dapat bergabung Bersama kami, untuk mewujudkan “1 Juta Vendor Profesional Pengadaan”, berbasis pada pengetahuan dan kompetensi, untuk menghasilkan pengadaan yang lebih baik dan kualitas, sesuai peraturan yang berlaku.

Selengkapnya dapat dilihat di https://vendor-indonesia.id/lp/ 

Segera Bergabung Bersama Kami :

  • Pendaftaran Keanggotaan     : 1 – 31 Maret 2022
  • Pelaksanaan Program dimulai   : 4 April 2022
Sekretariat Asosiasi Vendor Indonesia
Gedung Tulipa . Jalan Kayu Putih Raya Kavling 55, Jakarta Timur
Kontak :  0811 9948 544

Saturday, January 22, 2022

TIM PENILAI AK JFPPBJ, BUKAN HANYA MENILAI AK

Menilai Angka Kredit (AK) Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa (PPBJ) bukan hanya mengkonversi jumlah dan butir-butir kegiatan yang dilaksanakan menjadi AK diusulkan untuk ditetapkan sebagai PAK oleh pejabat yang berwenang sebagai dasar untuk promosi kenaikan pangkat.

Tetapi juga untuk mempersiapkan rekan-rekan untuk naik jenjang ke jabatan yg lebih tinggi. Mengumpulkan AK bt Fungsional PPBJ yangg sudah berada di rumah besar UKPBJ tentu mudah, bahkan seringkali melebihi AK maksimal dari tugas utama. Karena berlimpahnya paket-paket Pemilihan Penyedia yangg dilaksanakan sebagai Pokja Pemilihan ataupun Pejabat Pengadaan.

Sebagai anggota penilai AK Fungsional PPBJ yang punya pengalaman dinilai AK dan mengikuti uji kompetensi penjenjangan, sudah seharusnya tidak hanya menilai AK saja. Tetapi juga bisa mengingatkan rekan-rekan yang dinilai untuk tidak hanya mengumpulkan AK dari tugas utama sebagai Pokja/Pejabat Pengadaan. Karena Standar Kompetensi Jabatan (SKJ) menuntut kita kompeten di 4 tahapan PBJ yaitu Perencanaan PBJ, Pemilihan Penyedia, Pelaksanaan Kontrak dan Swakelola. Sudah seharusnya mengingatkan rekan-rekan yang dinilai AK untuk melakukan tugas di luar Pokja/Pejabat Pengadaan seperti pendampingan satker/OPD dengan contoh tidak terbatas pada kegiatan berikut :

  1. Perencanaan PBJ : Pengumuman RUP melalui SIRUP
  2. Persiapan Pengadaan : mendampingi PPK dalam penyusunan Spektek/KAK, HPS dan rancangan kontrak sebagai Tim/Tenaga Ahli
  3. Pelaksanaan Kontrak :  Tim Pendukung/Teknis PPK dalam pengendalian Kontrak
  4. Swakelola : sebagai bagian dari Tim Pelaksana Swakelola (persiapan, pelaksanaan atau pengawasan)

Sebab, diharapkan bukti-bukti pengajuan AK tersebut bisa menjadi portfolio untuk kenaikan jenjang. Selain itu juga mempersiapkan strategi untuk mencari paket-paket yang sesuai dengan jenjang jabatan sebagai portofolio. Tidak lupa juga mengingatkan bahwa ada AK pengembangan profesi yang tidak dibatasin maksimalnya, sehingga bisa jadi lebih cepat naik pangkat. Untuk naik kejenjang Madya juga harus memenuhi 6 AK dari pengembangan Profesi. Saran saya sih, perbanyak AK pengembangan Profesi dari tulisan dan juga pelatihan/diklat teknis atau diklat komeptenus yang bisa jadi portofolio uji kompetensi. Tidak cuman mengandalkan pengalaman, karena jika tidak pernah terlibat atau tidak ada paket  bisa terbantu melalui sertifikat diklat/pelatihan. Jangan lupakan juga unsur penunjang, lumayan bisa klaim maksimal  20% dari AK kumulatif kenaikan pangkat.

Berhubung di Tim Penilai ada unsur dari BKD/BKPSDM, sebagai anggota tim Penilai sewaktu rapta pleno penilaian AK bisa sekalian nyampaikan usulan agar bisa di anggarkan diklat penjenjangan maupun diklat teknis lainnya untuk pengembangan profesi JFPPBJ. Adapun diklat/pelatihan diusulkan oleh Kepala UKPBJ yang notabene Ketua Tim Penilai. Jadi, rapat pleno penilaian AK bukan hanya menilai AK tetapi juga masukan untuk rekan-rekan yang dinilai untuk strategi SKP tahun selanjutnya. Serta menyampaikan ke pihak-pihak yang terkait tentang pengembangan profesi dari JFPPBJ agar terfasilitasi oleh Kepala UKPBJ dan BKD/BKPSDMnya.


#jfppbjkompeten #divbangprof #ifpi #depbjblog

E-BOOK KOMPETENSI PBJ

Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, pengelola pengadaan tidak hanya cukup mengetahui dan memahami Peraturan Presiden No...