LIFE IS JOURNEY

Perubahan Akan Selalu Terjadi, Yang Tetap Hanya Perubahan Itu Sendiri

HUMA BETANG

Dimana Langit Dipijak, Disitu Langit Dijunjung

FASILITATOR PBJ TINGKAT LANJUT

Pelatihan Fasilitator PBJ Lanjutan Angkatan II, Yogyakarta 15 s.d. 19 Oktober 2019

Saturday, October 23, 2021

TOKO DARING DALAM PENGADAAN BARANG /JASA PEMERINTAH

 

Transformasi digital dalam bisnis semakin meningkat dengan maraknya bisnis e-Commerce atau e-marketplace di Indonesia. Apalagi bila dilihat dari sisi perilaku konsumennya, di semua lini dagang berbasis online, tren transaksi berbasis digital terjadi peningkatan seiring banyaknya waktu orang di rumah sepanjang masa pandemi. Selain itu, adanya teknologi yang semakin mapan diiringi dengan kecepatan transaksi yang semakin mudah dan cepat sangat membantu akselerasi bisnis digital jenis tersebut. 

Begitu juga dalam pengadaan barang/jasa pemerintah yang harus menyesuiakan diri dengan tren perubahan pasar tersebut. Salah satu kebijakan transformasi digital dalam pengadaan barang/jasa pemerintah adalah pemanfaatan Toko Daring yang tertuang dalam Perpres 12/2021 tentang Perubahan Perpres 16/2018 tentang Pengadaaan Barang/Jasa Pemerintah. Bahasan perubahan  mengenai perubahan kebijakan tersebut dibahas pada artikel sebelumnya yaitu “SERI PERUBAHAN PERPRES 12/2021 : TOKO DARING”.

Pelaksanaan kebijakan pemanfaatan Toko Daring dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tersebut telah ditindaklanjuti oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan:

  • Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 9 Tahun 2021 tentang Toko Daring dan Katalog Elektronik Dalam PBJ.
  • Keputusan Deputi Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 38 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Toko DaringApa sih tujuan dari pemanfaatan Toko Daring dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah?

Berdasarkan PerLKPP 9/2021 tentang Toko Daring dan Katalog Elektronik Dalam Pengadaan Barang Jasa Pemerintah, bertujuan agar Pengadaan Barang/Jasa :

  • cepat;
  • mudah;
  • transparan; dan
  • tercatat secara elektronik.
 

Bagaimana kriteria barang/jasa yang dapat dilaksanakan dalam toko daring? 

Barang/jasa dalam Toko Daring memiliki kriteria yaitu:

1. Syarat utama :

  • standar atau dapat distandarkan;
  • memiliki sifat risiko rendah; dan
  • harga sudah terbentuk di pasar.

2. Dalam hal produk/komoditas barang/jasa termasuk program pemerintah, antara lain namun tidak terbatas pada program Bangga Buatan Indonesia atau Daftar Inventarisasi Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri, maka dapat diusulkan untuk ditayangkan dalam Toko Daring.

3. Daftar jenis barang/jasa yang dilarang dan/atau dibatasi untuk diperdagangkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain namun tidak terbatas pada:

  1. Barang dan/atau jasa yang memuat konten negative (pomografi, perjudian, kekerasan, dan konten atas barang/jasa yang melanggar peraturan perundang-undangan).
  2. Barang/jasa yang memuat konten petjudian, lotre, dan/atau taruhan,
  3. Barang/jasa yang memuat konten dengan materi kebencian / kengerian.
  4. Barang/jasa yang memuat konten jasa peretasan (hacking dan/atau cracking) dan/atau menyediakan akses tanpa hak atau melawan hukum atas sistem elektronik.
  5. Barang/jasa yang memuat konten dengan materi ketidakjujuran, kecurangan atau menyesatkan orang lain antara lain iklan mistis atau takhayul, penipuan, jasa pencucian uang, jasa pemalsuan dokumen (termasuk dokumen ijazah dan/atau sertifikat), dan skema piramida (termasuk pemasaran afiliasi atau money game).
  6. Barang/jasa yang memuat konten perdagangan manusia (human trafficking) dan/atau organ manusia.
  7. Barang/jasa yang memuat konten tentang rokok.
  8. Segala jenis obat-obatan maupun zat-zat lain yang dilarang ataupun dibatasi peredarannya menurut ketentuan hukum yang berlaku, termasuk namun tidak terbatas pada ketentuan peraturan perundang-undangan terkait narkotika, peraturan perundang-undangan terkait psikotropika, dan peraturan perundang-undangan terkait kesehatan. Termasuk pula dalam ketentuan ini adalah obat keras, obat-obatan yang memerlukan resep dokter, obat bius dan sejenisnya, atau obat yang tidak memiliki izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
  9. Kosmetik dan makanan minuman yang membahayakan keselamatan penggunanya, ataupun yang tidak mempunyai izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
  10. Bahan yang diklasifikasikan sebagai Bahan Berbahaya menurut peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.
  11. Barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta, termasuk namun tidak terbatas dalam media berbentuk buku, CD/DVD/VCD, informasi dan/atau dokumen elektronik, serta media lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan terkait Hak Cipta.
  12. Barang/jasa Iain yang kepemilikiannya atau peredarannya melanggar ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

4. Jenis produk tertentu yang wajib memiliki:

  • SNI;
  • Petunjukan penggunaan dalam Bahasa Indonesia; atau
  • Label dalam Bahasa Indonesia.
 

Siapa saja pelaku dalam penyelenggaraan toko daring?

Pelaku dalam penyelenggaraan Toko Daring terdiri atas:

1. Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah memiliki tugas dan kewenangan meliputi :

1) pengembangan dan pembinaan Toko Daring;
2) pengelolaan Toko Daring meliputi:
  • menetapkan persyaratan barang/jasa, PPMSE, dan Pedagang;
  • menetapkan PPMSE dalam penyelenggaraan Toko Daring; dan
  • mengenakan dan mencabut sanksi terhadap PPMSE dalam penyelenggaraan Toko Daring sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku.
3) menetapkan tata cara penyelenggaraan Toko Daring.

Dimana tugas dan kewenangan tersebut dapat dimandatkan sebagian atau seluruhnya kepada pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

2. Pejabat Pembuat Komitmen memiliki tugas dan kewenangan melaksanakan e-purchasing yang dengan nilai HPS di atas Rp 200 juta. Serta nilai HPS paling sedikit di atas Rp 1 miliar untuk percepatan pembangunan kesejahteraan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

3. Pejabat Pengadaan memiliki tugas dan kewenangan melaksanakan e-purchasing yang bemilai paling banyak Rp 200 juta.

PPK atau Pejabat Pengadaan dapat menugaskan pejabat/petugas untuk melakukan e-purchasing. Tanggung jawab atas pelaksanaan epurchasing yang dilakukan oleh pejabat/petugas tetap berada pada PPK atau Pejabat Pengadaan yang menugaskan.

Dalam hal PPK atau Pejabat Pengadaan akan menugaskan pejabat/petugas untuk melakukan e-purchasing, hendaknya mempertimbangkan risiko yang akan timbul, kompetensi, beban kerja, dan/atau rentang kendali.

4. Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) yang terdiri dari Market Place dan Ritel Daring. PPMSE dalam Toko Daring memiliki kewajiban meliputi :

  1. bertanggung jawab terhadap pemenuhan persyaratan Pedagang, dalam hal PPMSE berupa marketplace;
  2. memastikan pemenuhan persyaratan barang/jasa;
  3. memastikan tindak lanjut pesanan atas pembelian melalui PPMSE;
  4. mengenakan sanksi kepada Pedagang sesuai syarat dan ketentuan masing-masing PPMSE, dalam hal PPMSE berupa marketplace;
  5. mengembangkan sistem PPMSE sesuai dengan kebutuhan Toko Daring; dan
  6. melakukan integrasi dan/atau pertukaran data transaksi.

Kewajiban tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait perdagangan melalui sarana elektronik

5. Pedagang, memiliki kewajiban meliputi:

  1. menyediakan barang/jasa sesuai dengan yang tercantum dalam situs web PPMSE
  2. menjamin pemenuhan persyaratan barang/jasa yang ditransaksikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  3. menjamin keaslian barang/jasa yang ditransaksikan melalui PPMSE dan diserahkan kepada pembeli; dan
  4. menindaklanjuti pesanan atas pembelian melalui PPMSE.
 

Bagaimana cara bertransaksi dalam Toko Daring pada pengadaan barang/jasa pemerintah?

Dilaksanakan melalui metode e-purchasing yaitu sebagai berikut : 

Pembelian Langsungdilakukan untuk nilai transaksi paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) pada PPMSE.

Negosiasi Harga, dilakukan untuk transaksi dengan nilai diatas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dalam PPMSE. Negosiasi harga juga dilakukan untuk metode Pembelian Langsung apabila platform PPMSE terdapat fitur negosiasi.

Permintaan penawaran, dilakukan untuk transaksi dengan nilai di atas Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) melalui negosiasi teknis dan harga jika terdapat volume, pembayaran,  pengiriman, instalasi, atau ketentuan pembelian lainnya yang berbeda dari yang tercantum dalam PPMSE.

Metode Lainnya sesuai dengan proses bisnis yang terdapat pada PPMSE:

  • Pembelian yang barang/jasa dan/atau harga eceran tertinggi yang sudah ditetapkan pemerintah.
  • Metode lainnya sesuai dengan bisnis proses yang terdapat pada marketplace atau ritel daring antara lain namun tidak terbatas pada auction, subscription, dan lainnya.
 

Bagaimanakah user guide atau panduan penggunaan metode e-purchasing melalui Toko Daring?Apakah sama dengan user guide atau panduan penggunaan metode e-purchasing melalui Katalog?

Panduan penggunaan metode e-purchasing melalui Toko Daring dapat diunduh pada Portal Pengadaan NasionaJ LKPP (www.inaproc.id) atau situs www.tokodaring.lkpp.go.id.

 

Apakah ada sanksi bagi kepada PPMSE atau Pedagang dalam Toko Daring?

PPMSE

Perbuatan atau tindakan PPMSE yang dapat dikenakan sanksi:

  1. Tidak melaksanakan, mematuhi, atau menindaklanjuti kewajiban PPMSE sebagaimana diatur oleh Peraturan LKPP.
  2. Melanggar syarat dan ketentuan PPMSE.

Sanksi atas perbuatan atau tindakan PPMSE sebagaimana dimaksud di atas, berupa:

  1. Teguran tertulis, jika melakukan pelanggaran sebagaimana diatur dalam poin 1, angka 1, huruf a sebanyak satu kali;
  2. Denda administratif;
  3. Pencabutan Surat Penetapan PPMSE dalam Toko Daring, jika PPMSE mendapatkan Teguran Tertulis sebanyak tiga kali.

PEDAGANG

Perbuatan atau tindakan Pedagang yang dapat dikenakan sanksi: 

  1. Tidak melaksanakan, mematuhi, atau menindaklanjuti kewajiban Pedagang sebagaimana diatur oleh Peraturan LKPP dan PPMSE.
  2. Melanggar syarat dan ketentuan Pedagang.
Sanksi atas perbuatan atau tindakan Pedagang berupa Ritel Daring sebagaimana dimaksud di atas dikenakan sanksi sebagai berikut:
  1. Pemberian teguran tertulis;
  2. Pemberian denda keterlambatan;
  3. Penghentian transaksi e-purchasing selama 6 (enam) bulan;
  4. Pencabutan Surat Penetapan PPMSE dalam Toko Daring.

Untuk Pedagang yang tergabung dalam Marketplace pemberian sanksi sesuai dengan proses bisnis yang terdapat pada marketplace.

 

Bagaimana penetapan PPSME dalam penyelenggaraan Toko Daring?

Adapun tahapan proses penetapan PPMSE dalam penyelenggaraan Toko Daring meliputi:

  1. pengumuman;
  2. pendaftaran;
  3. pelaksanaan verifikasi;
  4. penetapan; dan
  5. integrasi sistem elektronik dan/atau pertukaran data PPMSE dengan Toko Daring.
 

Bagaimana dengan Bela Pengadaan dan PPMSE K/L/PD lain (SiPLah, e-Order, Sosialita, dll)?

PPMSE, Produk barang/jasa, dan Pedagang yang telah bergabung dengan Program Bela Pengadaan seperti Bhinneka, Blibli, BukaPengadaan, Grab, Gojek, Shopee, Mbiz, Balimall, Kartara, Digitalimaji, Kulina, dan klikMRO yang menyediakan berbagai keperluan Pemerintah antara lain Angkutan, Makanan, Kurir, Alat Tulis Kantor, Souvenir dan Furnitur menjadi bagian dari penyelenggaraan Toko Daring. Begitu juga PPMSE yang masih dalam proses pada Program Bela Pengadaan akan tetap dilanjutkan dan menjadi bagaian dari penyelenggaraan Toko Daring. Begitu juga PPMSE K/L/PD lain akan diintegrasikan dan menjadi bagian dari Toko Daring.

 

Siapa yang dapat mengusulkan produk/komoditas pada Toko Daring?

Usulan produk/komoditas dapat dilakukan melalui:

  1. Amanat peraturan perundang-undangan;
  2. Adanya inisiatif dari LKPP;
  3. Adanya kebutuhan dari Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah terhadap barang/jasa tertentu.

Dalam hal usulan produk/komoditas Toko Daring melalui usulan kebutuhan dari Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah, maka:

  1. K/L/PD dapat mengusulkan produk/komoditas barang/jasa Toko Daring diajukan kepada Deputi Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi.
  2. Deputi Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi menyampaikan usulan produk/komoditas barang/jasa ke Direktur Pengembangan Sistem Katalog untuk dilakukan verifikasi kesesuaian terhadap syarat produk/komoditas barang/jasa.
  3. Hasil verifikasi kesesuaian syarat produk/komoditas barang/jasa disampaikan kepada Deputi Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi untuk mendapatkan persetujuan.
  4. Dalam hal usulan produk/komoditas barang/jasa Toko Daring disetujui, Deputi Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi menetapkan penambahan produk/komoditas barang/jasa dalam Toko Daring.
  5. Produk/komoditas barang/jasa Toko Daring yang telah disetujui disampaikan kepada Direktur Pengembangan Sistem Pengadaan Secara Elektronik untuk ditayangkan dalam Toko Daring.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Monday, October 18, 2021

AGEN PENGADAAN

PEMINJAMAN PERSONIL UKPBJ MENJADI PEJABAT PENGADAAN/POKJA PEMILIHAN APAKAH MERUPAKAN AGEN PENGADAAN?


Seringkali banyak pertanyaan yang terlontar dalam sesi diskusi mengenai Pengadaan Barang/Jasa dan WAG CPNS JFPPBJ Millenial. Apakah meminjam personil dari Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa UKPBJ apakah itu merupakan salah satu contoh pemanfaatan Agen Pengadaan?

Sebelum menjawab hal tersebut tentu kita harus memahami terlebih dahulu apa sih yang di maksud dengan Agen Pengadaan.

Menurut Perpres 16/2018 dan perubahannya Pepres 12/2021 Pasal 1 ayat 16, Agen Pengadaan adalah UKPBJ atau Pelaku Usaha yang melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan Pengadaan Barang/Jasa yang diberi kepercayaan oleh Kementerian/Lembaga/ Perangkat Daerah sebagai pihak pemberi pekerjaan.”

Salah satu yang bisa menjadi Agen Pengadaan adalah UKPBJ. UKPBJ seperti apakah yang bisa menjadi agen pengadaan?

Berdasarkan PerLKPP 16/2018 tentang Agen Pengadaan, UKPBJ yang dapat menjadi Agen Pengadaan adalah yang memiliki kematangan UKPBJ minimal level 3 (tiga) yang termuat dalam sistem informasi kelembagaan pengadaan barang/jasa yang diselenggarakan oleh LKPP (siukpbj.lkpp.go.id) dan memiliki Sumber Daya Manusia dengan kompetensi pengadaan barang/jasa. 

Apakah UKPBJ yang memiliki kematangan level 3 dan memiliki SDM berkompeten bisa menjadi Agen Pengadaan?

Tidak bisa secara langsung menjadi Agen Pengadaaan ya rekan-rekan PBJ semua.  UKPBJ yang bisa menjadi Agen Pengadaan harus masuk dalam Panel Agen Pengadaan yang dibentuk dan ditetapkan oleh LKPP. Panel Agen Pengadaan terdiri atas:

a. Panel Agen Pengadaan dari unsur UKPBJ;

b. Panel Agen Pengadaan dari unsur Pelaku Usaha Badan Usaha; dan

c. Panel Agen Pengadaan dari unsur Pelaku Usaha Perorangan.

Dimana Agen Pengadaan yang telah terdaftar dalam Panel Agen Pengadaan, diberikan akun Sistem Pengadaan Secara Elektronik.

Pemilihan pelaksana dilaksanakan oleh PPK dengan memilih Agen Pengadaan pada Panel Agen Pengadaan. Pemilihan tersebut diprioritaskan dari unsur UKPBJ dengan memperhitungkan kapasitas dan lokasi layanan UKPBJ.

Dimana tata cara pelaksanaannya dilakukan dengan cara Swakelola seperti yang tertuang dalam PerLKPP 3/2021 tentang Pedoman Swakelola yaitu Jasa pemilihan Penyedia Barang/Jasa (agen pengadaan) dari unsur UKPBJ Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Tepatnya Swakelola tipe II,  yang dilaksanakan oleh UKPBJ Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang ditunjuk sebagai Agen Pengadaan untuk pemilihan Penyedia Barang/Jasa. Dimana dimulai dengan PA/KPA menyampaikan permintaan kesediaan kepada Kepala UKPBJ atau Pejabat K/L/PD pada UKPBJ  yang dimaksud memiliki kesetaraan jabatan yang sama dengan PA/KPA atau 1 (satu) tingkat lebih rendah. Kesediaan dari UKPBJ tersebut menjadi Agen Pengadaan dituangkan dalam Kesepakatan Kerjasama

PPK penanggung jawab anggaran meminta UKPBJ yang menjadi Agen Pengadaan untuk mengajukan proposal dan RAB. Tim persiapan yang ditetapkan oleh PA/KPA penanggung jawab anggaran akan melakukan negosiasi teknis dan harga dengan tim pelaksana dari UKPBJ yang menjadi Agen Pengadaan jika terdapat perbedaan antara biaya yang diusulkan dengan anggaran yang disetujui dalam DIPA/DPA. Proposal dan RAB serta hasil negosiasi teknis dan harga (jika ada) tersebut dituangkan dalam Kontrak Swakelola yang ditandatangani oleh PPK dengan Tim Pelaksana Swakelola. Dimana kontrak swakelola paling kurang berisi:

  1. para pihak;
  2. B/J yang akan dihasilkan;
  3. nilai yang diswakelolakan sudah termasuk seluruh kebutuhan B/J pendukung Swakelola;
  4. jangka waktu pelaksanaan; daN
  5. hak dan kewajiban para pihak.

Sehingga peminjaman personil UKPBJ menjadi Pejabat Pengadaan pada suatu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau Satuan Kerja (Satker) bukan merupakan salah contoh dari pelaksanaan Agen Pengadaan oleh UKPBJ. Begitu juga proses pemilihan penyedia baik tender/seleksi/penunjukan langsung dari OPD/Satker lain yang dilakukan oleh UKPBJ, karena itu merupakan tugas dan fungsi utama dari UKPBJ dalam melaksanakan pemilihan penyedia. 

Agen pengadaan bukan hanya melaksanakan pemilihan penyedia, tetapi juga bisa sejak persiapan pengadaan hingga serah terima pekerjaan. Semuanya tergantung dari ruang lingkup penugasan Agen Pengadaan yang dituangkan dalam Kontrak Swakelola antara PPK dan UKPBJ sebagai Agen Pengadaan.

Semoga bermanfaat.

Wednesday, August 25, 2021

MATERI PELATIHAN PBJ TINGKAT DASAR VER. 4 (BERDASARKAN PERPRES 12/2021 PERUBAHAN PERPRES 16/2018)

 

Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta Peraturan LKPP sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden dimaksud maka dalam Surat Edaran Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia LKPP Nomor 3 Tahun 2021 disampaikan bahwa Pelatihan dan Ujian Sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) Tingkat Dasar menggunkan materi pembelajaran dan ujian sesuai peraturan terbaru (versi 4). Materi versi 4 diberlakukan mulai tanggal 5 Agustus 2021 dan materi ujian diberlakukan tanggal 9 Agustus 2021. Untuk isi SE secara lengkap dapat diunduh pada link berikut.

SE Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia LKPP No. 3 Tahun 2021 tentang "Pemberlakuan  Materi Pembelajaran dan Materi Ujian Sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa Tingkat Dasar Berdasarkan Perpres 16 Tahun 2018 dan Perubahannya Berdasarkan Perpres 12 Tahun 2021"

Berikut adalah kumpulan slide materi pelatihan PBJ Dasar versi 4 : 

  1. Ketentuan Umum
  2. Tujuan, Kebijakan, Prinsip, dan Etika Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) serta Usaha Kecil,Produk dalam Negeri, dan Pengadaan Berkelanjutan
  3. Pelaku PBJ
  4. PBJ Secara Elektronik, Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan, Pengawasan, Pengaduan, Sanksi, dan Pelayanan Hukum
  5. Perencanaan Pengadaan
  6. Persiapan PBJ
  7. Pelaksanaan PBJ Melalui Swakelola
  8. Pelaksanaan PBJ Melalui Penyedia
  9. Pengadaan Khusus

Semoga kumpulan slide materi pelatihan ini dapat bermanfaat bagi rekan - rekan yang membutuhkannya.



Friday, April 30, 2021

SERI PERUBAHAN PERPRES 12/2021 : TOKO DARING

Perpres 12/2021 tentang Perubahan Perpres 16/2018 tentang Pengadaaan Barang Jasa/Pemerintah pada Pasal 1 Poin 35 ada tambahan di akhir kalimat yaitu E-purchasing adalah tata cara pembelian baran/jasa melalui sistem katalog Elektronik atau Toko Daring.


Perpres 12/2021 pasal 1 angka 35 Pembelian secara Elektronik yang selanjutnya disebut E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik atau toko daring.

Apa sih Toko Daring? 

Apakah pelaku pengadaan bisa langsung melakukan belanja melalui Tokopedia, Shopee Indonesia, Bhinneka Indonesia, Blibli. 

Jadi apa sih Toko Daring dalam PBJ?

Perpres 12/2021 pasal 1 angka 54 Toko Dalam Jaringan yang selanjutnya disebut Toko Daring adalah sistem informasi yang memfasilitasi Pengadaan Barang/Jasa melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik dan ritel daring.

Dalam bentuk apa toko daring yang akan digunakan dalam PBJ?

Berdasarkan Perpres 12/2012 pasal 70 ayat 2 toko daring adalah salah satu infrastruktur teknis  dan layanan dukungan transaksi bagi K/L/PD dan Penyedia selain Katalog Elektronik dan Pemilihan Penyedia dalam E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa.

Seperti apa E-market place ini? Siapa yang berhak mengelola?

Pihak yang  mempunyai kewenangan untuk mengembangkan, membina, mengelola, dan mengawasi penyelenggaraan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa adalah LKPP (Perpres 12/2012 pasal 70 ayat 3). Dimana dalam pengembangan dan pengelolaan E-marketplace Pengadaan Barang/Jasa, LKPP dapat bekerja sama dengan UKPBJ dan/atau Pelaku Usaha (Perpres 12/2012 pasal 70 ayat 4).

Salah satu yang sudah dilakukan LKPP adalah bekerjasama dengan Pelaku Usaha dalam mengembangkan E-market place Pengadaan Barang/Jasa melalui program Bela (Belanja Langsung) Pengadaan . Sudah ada 12 Marketplace yang telah bergabung dalam Bela Pengadaan yaitu Bhinneka, Blibli, BukaPengadaan, Grab, Gojek, Shopee, Mbiz, Balimall, Kartara, Digitalimaji, Kulina, dan klikMRO yang menyediakan berbagai keperluan Pemerintah antara lain Angkutan, Makanan, Kurir, Alat Tulis Kantor, Souvenir dan Furnitur.

Klo yang bekerja sama dengan UKPBJ apa coba atau yang sudah di kembangkan oleh UKPBJ?

Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah) adalah sistem elektronik yang digunakan untuk melakukan pengadaan barang/jasa oleh satuan pendidikan yang diakses melalui laman siplah.kemdikbud.go.id. sebagaimana tercantum pada Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 14 tahun 2020 tentang pedoman Pengadaan Barang/Jasa Oleh Satuan Pendidikan. Layanan ini dapat diakses online melalui https://siplah.kemdikbud.go.id/.

Sistem Order Semua Instansi Lingkup Tanah Laut (Sosialita) merupakan sebuah inovasi dari Bagian Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) Sekretariat Daerah Kabupaten Tanah Laut. *Aplikasi Sosialita* ini bertujuan memudahkan dan menfasilitasi pelaksanaan Pengadaan Barang dan/atau jasa lainnya sampai dengan 50 juta rupiah yang dilakukan secara elektronik menggunakan aplikasi Sosialita yang bertujuan untuk mewujudkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa daerah yang efektif, efisien, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel serta mendorong dan mengoptimalkan peran serta UMKM lokal dalam pengadaan barang/jasa lingkup Tanah Laut. Aplikasi ini dapat diakses online melalui https://sosialita.tanahlautkab.go.id/

e-Order adalah inovasi dari Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa Prov. DKI Jakarta guna memasarkan produk pedagang UMKM untuk memudahkan penjual mempromosikan dan menjual hingga sampai ke pembeli. Adapun website e-Order beralamat di https://eorder-bppbj.jakarta.go.id. E-Order yang dibuat oleh Pemprov DKI Jakarta terdiri dari UMKM binaan Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah serta Perdagangan (KUKMP), Perumda Pasar jaya, PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) dan PD Dharma Jaya.
 

Barang apa saja yang bisa ditransaksikan melalui Toko Daring?

Barang/jasa yang dapat ditransaksikan melalui Toko Daring memiliki kriteria standar atau dapat distandarkan, memiliki sifat risiko rendah dan harga sudah terbentuk di pasar (Perpres 12/2012 pasal 72A ayat 1). Dimana ketentuan lebih lanjut mengenai Toko Daring diatur dalam Peraturan Kepala Lembaga (Perpres 12/2012 pasal 72A ayat 3)

sumber : Diskusi WAG CPNS JFPPBJ Millenial


SERI PERUBAHAN PERPRES 12/2021 : POKJA PEMILIHAN DI TETAPKAN OLEH KEPALA UKPBJ

 


Perpres 12/2021 tentang Perubahan Perpres 16/2018 tentang Pengadaaan Barang Jasa/Pemerintah pada  Pasal 1 Poin 12 kata Pimpinan diganti Kepala.


Perpres 12/2021 pasal 1 angka 12 "Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia yang ditetapkan oleh kepala UKPBJ untuk mengelola pemilihan Penyedia."


Kata Pimpinan diganti menjadi Kepala dalam Pepres 12/2021 mempertegas bahwa UKPBJ wajib berbentuk struktural yang di pimpin oleh seorang Kepala

Baik dalam bentuk esselon II sebagai Biro yang dipimpin oleh Kepala Biro, esselon III sebagai Bagian yang dipimpin oleh Kepala Bagian, esselon IV sebagai Subbagian yang dipimpin oleh Kepala Subbagian


Untuk klasifikasi dan bentuk kelembagaan UKPBJ untuk Pemerintah daerah didasarkan pada Permendagri 112 Tahun 2018 untuk UKPBJ kelas A yang memiliki total skor variable >800  untuk di Provinsi berbentuk  Biro sedangkan untuk Kabupaten/Kota berbentuk Bagian. Sedangkan UKPBJ kelas B memiliki total skor variable <800  untuk di Provinsi berbentuk Bagian sedangkan untuk Kabupaten/Kota berbentuk Subbagian.

sumber : Diskusi WAG CPNS JFPPBJ Millenial

 

Monday, March 8, 2021

PENGELOLA PBJ "ALL ROUND PLAYER"

 

https://ngobrolgame.com/build-item-masha-paling-kuat-untuk-3-bar-hp/

 

Istilah All Round Player tentu tidak asing bagi penggemar game multiplayer atau permainan olahraga dalam tim. All Round Player atau pemain serba bisa yang memiliki kemampuan bermain di banyak posisi atau versatile. Penggemar game online Mobile Legend ada 6 jenis role hero, tetapi ada juga hero all-rounder yang ahli menggunakan hampir seluruh role seperti hero Masha yang bisa menjadi tank atau fighter bahkan menjadi assassin dengan build item yang tepat. Hero tipe ini dapat dengan mudah disesuaikan rolenya sesuai dengan kebutuhan tim atau menyesuaikan musuh yang dihadapi. Pada olahraga permainan, All Round Player ini juga ternyata ada. Pada permainan voli ada all round spiker yang dituntut memiliki kemampuan lengkap baik dalam bertahan dan menyerang. Pemain ini dituntut memiliki kemampuan untuk mengolah bola semi (tanggung) serta mampu menyerang melalui spike dari berbagai posisi. Pada sepakbola modern juga sekarang ada tipe All Round Player, yang dituntut memiliki kemampuan bertahan dan menyerang yang mumpuni serta kemampuan versatile atau bermain di berbagai posisi secara baik. Padatnya jadwal kompetisi dalam sepakbola yang menyebabkan pemain rawan cidera, menyebabkan pelatih bola harus memiliki pemain yang mampu bermain di berbagai posisi dengan sama baiknya untuk diturunkan bermain sesuai dengan taktik yang dibutuhkan. Selain itu pemain All Round Player ini memudahkan pelatih mengganti taktik permainan dengan lebih flexible tanpa melakukan pergantian pemain. Walaupun bukan menjadi pemain utama atau bintang dalam sebuah permainan, tetapi All Round Player selalu dibutuhkan oleh sebuah tim dan punya peran penting bagi pelatih untuk menyusun taktik. Tidak semua pesepakbola mampu menjadi All Round Player, karena dibutuhkan tingkat intelegensi yang tinggi serta skill individu di atas rata-rata untuk melakukan tugas berbeda-beda.

Pada pengadaan barang/jasa juga ada tipe All Round Player pada sosok Pengelola Pengadaan Barang/Jasa (PBJ). Kenapa saya sebut Pengelola PBJ adalah All Round Player? Walaupun sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan reformasi birokrasi dan Stranas PK, Pengelola PBJ ditugaskan sebagai Pokja Pemilihan dan Pejabat Pengadaan yang melakukan proses pemilihan penyedia dan ditempatkan di Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Hal ini juga diperkuat dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Pasal 74a, K/L/PD wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagai sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan 9 (ayat 2) dan berkedudukan di UKPBJ (ayat 8). Serta dalam Peraturan LKPP Nomor 14 Tahun 2018 tentang Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa, Pengelola PBJ adalah pegawai UKPBJ dan diutamakan penugasannya sebagai Pokja Pemilihan. Hal inilah yang menyebabkan seringkali Pengelola PBJ hanya dianggap sebagai “Tukang Tender”. Padahal Pengelola PBJ dituntut memiliki semua kemampuan pelaku pengadaan barang/jasa yaitu kompetensi Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja Pemilihan (Pokmil), Pejabat Pengadaan (PP), dan Pejabat/Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PjPHP/PPHP) untuk melaksanakan perencanaan pengadaan, pemilihan penyedia, pengendalian kontrak, serah terima pekerjaan dan swakelola. Pengguna Anggaran (PA)/Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) memiliki kompetensi dalam menetapkan kebijakan perencanaan pengadaan dan swakelola, sedangkan kompetensi teknis dalam perencanaan pengadaan harus dimiliki PPK. PPK juga wajib memiliki kompetensi dalam pengendalian kontrak, serah terima pekerjaan dan swakelola sedangkan PjPHP/PPHP hanya pada serah terima pekerjaan.

Pengelola PBJ sebagai All Round Player mungkin tidak menjadi bintang utama/pemain kunci dalam organisasi Pemerintah, seperti juga pada game online multiplayer dan permainan olahraga tim. Pengelola PBJ bukan yang memiliki peran utama dan sentral dalam pengadaan barang/jasa serta pemerintahan. Peran utama dan sentral dalam pengambilan kebijakan pengadaan barang/jasa ada pada PA/KPA. Dimana jabatan ini adalah jabatan atribusi yang melekat pada jabatan sebagai Menteri pada Kementerian/Lembaga (K/L) atau Kepala Dinas pada Pemerintah Daerah (PD). Ataupun menjadi peran utama pembantu yaitu KPA yang mendapatkan delegasi kewenangan dari Menteri atau Kepala Dinas. Dengan pertimbangan rentang kendali, beban kerja dan lokasi maka Menteri selaku PA dapat mendelegasikan kewenanganya tersebut kepada Kepala Satuan Kerja (Satker) di K/L atau Kepala Bidang di PD yang di tetapkan menjadi KPA. Dimana jabatan-jabatan itu melekat pada jabatan struktural dan lebih banyak banyak unsur politis dalam pengangkatannya dibandingkan unsur kompetensi yang harus dimiliki.

Begitu juga profesi Pengelola PBJ tidak akan menjadi tokoh utama dalam organisasi pemerintahan dan pelayanan publik. Tidak seperti profesi Dosen di Perguruan Tinggi, Jika kekurangan tenaga dosen maka proses pendidikan akan terhambat di perguruan tinggi. Dokter dan Perawat di Fasilitas Kesehatan, kekurangan dokter dan perawat maka Fasilitas Kesehatan tidak bisa berjalan dengan baik. Guru di Sekolah, kekurangan guru maka sekolah tidak berjalan proses belajar mengajarnya karena jumlah murid dan kelas lebih banyak dari pengajar. Atau Polisi di POLRI, kekurangan personil polisi maka akan banyak gangguan akan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas). Tetapi semua kegiatan pelayanan publik yang diberikan oleh Perguruan Tinggi, Fasilitas Kesehatan, Sekolah dan Kepolisian hampir semuanya memerlukan proses pengadaan barang/jasa baik melalui Penyedia atau melalui Swakelola. Semua proses pengadaan barang/jasa tersebut tentu memerlukan kehadiran pelaku pengadaan. Pelaku pengadaan pada pemerintahan diberikan kepada ASN atau anggota TNI/Polri sebagai tugas tambahan atau melekat pada jabatannya dengan mempertimbangkan kompetensi dan kemampuan manajerialnya. Seperti yang saya sampaikan di atas, untuk PA tentu akan dijabat oleh Menteri/Kepala Dinas sedangkan KPA akan dijabat oleh Kepala Satker/Kepala Bidang. Sedangkan pelaku pengadaan akan diemban oleh ASN/TNI/POLRI yang memiliki kompetensi, minimal sertifikasi PBJ Tingkat Dasar untuk menjadi PPK, Pokja Pemilihan dan Pejabat Pengadaan. Dimana sesuai dengan Perpres 12/2021 Pasal 88 huruf b, ASN/TNI/Polri yang ditetapkan menjadi PPK/Pokja/Polri wajib memiliki sertifikat kompetensi di bidang pengadan barang/jasa paling lambat 31 Desember 2023.

Sesuai dengan Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2019 tentang Standar Kompetensi Jabatan Fungsional Pengelola PBJ di Lingkungan LKPP, Pengelola PBJ diharapkan memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap atau perilaku dalam melaksanakan tugas pengadaan barang/jasa. Kompetensi tersebut adalah dari proses perencanaan pengadaan hingga serah terima pekerjaan sesuai dengan jenjang jabatannya yaitu Ahli Pertama, Ahli Muda dan Ahli Madya. Disinilah Pengelola PBJ akan menjadi All Round Player dalam pengadaan barang/jasa dan menjadi peran yang sangat strategis, sebab memiliki semua kompetensi pelaku pengadaan. Organisasi Pemerintah, akan sangat terbantu dengan hadirnya Pengelola PBJ yang memiliki kompetensi komplit. Sebab Pengelola PBJ yang All Round Player, tidak hanya bisa ditugaskan menjadi PPK/Pokja Pemilihan/PP tetapi juga bisa membantu tugas PA/KPA. Seperti dijelaskan diatas PA/KPA adalah suatu kewenangan yang melekat pada jabatan strukturalnya, yang kental dengan unsur politis dibandingkan kompetensinya. Sebab PA/KPA lebih dituntut sebagai pengambil kebijakan, bukan sebagai pelaksana teknis. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh PA/KPA untuk mencapai tujuan pengadaan tentu harus diselaraskan dengan tujuan dan jenis organisasi serta proses pengadaan. Pengambilan kebijakan tersebut tentunya harus memperhatikan hal-hal yang bersifat teknis dan juga peraturan yang berlaku. Oleh sebab itu pada Perpres 12/2021 pasal 10 ayat 4, dalam melaksanakan tugasnya yang bersifat teknis PA/KPA dapat dibantu oleh Pengelola PBJ. Seperti menetapkan dan mengumumkan perencanaan pengadaan, dimana sekarang sudah difasilitasi oleh aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP). Tidak mungkin PA/KPA akan mengelola akunnya dan mengecek satu-persatu Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang dibuat oleh PPK. Tentu perlu kehadiran personil yang memiliki kompetensi dalam perencaan pengadaan, agar RUP yang disusun oleh PPK dapat sejalan dengan tujuan organisasi dan ditetapkan berdasarkan Kebijakan PA/KPA. Begitu juga kewenangan dalam menetapkan daftar hitam berdasarkan usulan PPK, yang harus ditayang oleh PA/KPA pada lama Indonesia Procurement (INAPROC) di alamat http://inaproc.id/daftar-hitam. Dimana penginputan data penyedia yang dikenakan sanksi daftar hitam dilakukan melalui akun PA/KPA di aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE).

Pada Pemerintah Daerah, peran Pengelola PBJ akan menjadi semakin strategis dengan terbit Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2021 tentang Pedoman Teknis Pengelola Keuangan Daerah. Dimana PA/KPA yang mengadakan ikatan untuk pengadaan barang dan jasa, PA bertindak sebagai pejabat pembuat komitmen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PA yang bertindak atau KPA yang merangkap sebagai pejabat pembuat komitmen dapat dibantu oleh pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan bidang tugas pejabat pembuat komitmen atau agen pengadaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pegawai yang memiliki kompetensi adalah pegawai yang memiliki sertifikasi PBJ tingkat dasar atau memiliki sertifikat kompetensi okupasi PPK. Dengan keterbatasan jumlah personil yang kompeten di bidang PBJ serta rendahnya minat pegawai untuk mendapatkan sertifikasi PBJ tingkat dasar dan okupasi PPK. Tentu akan menjadi beban berat bagi PA/KPA untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa karena untuk memangku jabatan ini masih tidak diperlukan syarat memiliki kompetensi teknis. Inilah nanti yang menjadi peluang bagi Pengelola PBJ membantu tugas PA/KPA dalam mengadakan ikatan untuk pengadaan barang/jasa yang dimulai dari persiapan pengadaan hingga serah terima pekerjaan.

Ditambah lagi dengan proyek reformasi birokrasi yang melakukan penyederhanaan struktur birokrasi dengan penghapusan jabatan eselon III kebawah dan pengalihan jabatan administrasi ke jabatan fungsional tertentu. Dimana apabila sudah menjadi Fungsional Tertentu, maka PNS akan lebih fokus dalam pengembangan kompetensi sesuai dengan jabatan fungsional yang dipilih. PNS mungkin tidak akan berminat mengikuti ujian dan peningkatan kompetensi yang tidak sesuai dengan uraian tugas dan tanggung jawab sesuai jabatan yang diemban. Karena selain akan menambah tugas, juga akan menghambat karir PNS tersebut karena tidak mendapatkan Angka Kredit untuk syarat kenaikan pangkat.

Dengan kompetensi yang komplit, tentu sangat disayangkan apabila Pengelola PBJ hanya bertugas di UKPBJ untuk melaksanakan proses pemilihan penyedia. Dengan kemampuan All Round Player, sangat memungkinkan seorang Pengelola PBJ dapat terjun langsung membantu PA/KPA dalam pengadaan barang/jasa. Pengelola PBJ akan menjadi partner yang strategis bagi PA/KPA dalam pengadaan barang/jasa, tidak hanya menjadi “Tukang Tender”. Seperti All Round Player lainnya, walaupun bukan sebagai pemain bintang atau pemain kunci pada suatu organisasi pemerintahan. Pengelola PBJ sebagai All Round Player akan sangat dibutuhkan oleh semua organisasi pemerintahan, karena kemampuan versatile yang dapat ditempatkan diberbagai posisi sebagai pelaku pengadaan dengan semua kompetensi. Bisa dibayangkan Perguruan Tinggi tanpa pengelola PBJ, walaupun sudah cukup tersedia dosen sebagai tenaga pendidik. Perguruan tinggi akan kesulitan dalam melaksanaan pengadaan untuk bahan praktikum, bangunan gedung untuk ruang kuliah dan praktikum serta pendukung lainnya. Begitu juga dengan Kepolisian, tanpa adanya pengelola PBJ mungkin akan menghambat logistik bagi personil Polisi yang bertugas. Seperti kebutuhan untuk keperluan kantor, keperluan amunisi dan logistik lapangan serta kebutuhan akan plat nomor, bahan SIM dan STNK yang digunakan untuk pelayanan publik.

Peran Pengelola PBJ sebagai All Round Player terlihat sangat jelas dalam Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PANRB) Nomor 29 Tahun 2020 tentang “Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa” menggantikan Permen PANRB 77 Tahun 2012. Seperti yang pernah saya tulis dalam artikel “Panduan Menyusun SKP Pengelola Pengadaan Barang/Jasa”. Pengelola PBJ memiliki tugas melaksanakan kegiatan perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah, pengelolaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah, dan pengelolaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara swakelola. Nah, bagaimanakah hubungan dengan peran pelaku pengadaan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang “Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah”. Pengelola PBJ wajib dimiliki oleh K/L/PD untuk memerankan pelaku pengadaan sebagai Pokja Pemilihan dan Pejabat Pengadaan. Selain itu, Pengelola PBJ dapat ditugaskan sebagai PPK, membantu tugas PA/KPA, melaksanakan persiapan pencantuman barang/jasa dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai sumber daya pendukung ekosistem pengadaan barang/jasa.

Artikel ini juga di terbitkan dalam pada link web berikut https://ilmu.lpkn.id/2021/03/08/pengelola-pbj-all-round-player pada tanggal 8 Maret 2021


Friday, January 22, 2021

CONTOH SKP PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA DALAM FORMAT EXCEL

Sejak saya menulis artikel "PANDUAN MENYUSUN SKP PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA" di blog ini dan ilmu LPKN, banyak rekan-rekan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) yang berdiskusi secara luring maupun daring mengenai SKP. Bagaimana sih menjabarkan tugas dan fungsi sebagai pelaku pengadaan menjadi target kinerja di SKP. Bahkan ada yang meminta contoh format SKP, padahal SKP Pengelola Pengadaan Barang/Jasa tidaklah berbeda dengan SKP yang lain. Perbedaaannya hanyalah pada uraian tugas dan Angka Kredit (AK) yang sudah distandarkan dalam lampiran 1 Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PANRB) Nomor 29 Tahun 2020 tentang “Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa”. Walaupun dalam tulisan tersebut mungkin sudah cukup saya jelaskan dengan rinci dan ditampilkan simulasi menyusun SKP, ternyata masih belum menjelaskan secara rinci kebutuhan rekan-rekan Pengelola PBJ. Serta masih ada yang meminta contoh format SKP yang saya buat, berhubung kami di satker Kemendikbud sudah menggunakan e-SKP maka saya tidak bisa memenuhi permintaan rekan-rekan yang meminta dokumen dalam bentuk word/excel.

 

Keterangan : E-SKP Kemendikbud 
 

Untuk rekan-rekan yang masih menggunakan SKP manual silahkan menggunakan format SKP yang diberikan oleh Bagian Kepegawaian K/L/PD masing-masing. Oleh sebab itu, maka saya coba membuat simulasi untuk Pengelola PBJ Muda yang ditugaskan menjadi Pokja Pemilihan menggunakan form SKP berformat excel. Langkah pertama adalah kita harus menentukan perkiraan paket pekerjaan yang akan kita kelola, bisa didasarkan pada jumlah paket tahun kemaren atau berdasarkan data di SIRUP. Sesuaikan dengan jenis pengadaannya dan cara pemilhan penyediannya sesuai dengan butir-butir kegiatan dalam Permen PANRB 29/2020. Dimana uraian kegiatan dan tugas pokja pemilihan sudah saya uraikan dalam artikel terdahulu yaitu "PANDUAN MENYUSUN SKP PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA". 

 
 
Keterangan : Simulasi Target Kinerja 
 

Perhitungan AK untuk target kinerja tersebut masih berupa pemahaman saya saja, karena belum ada petunjuk teknis dari LKPP mengenai penilaian AK Pengelola PBJ. Salah satu point yang mungkin  mungkin adalah pada Evaluasi penawaran/kualifikasi. Pada Per LKPP 7/2014 tentang Tata Cara Penilaian DUPAK (petunjuk teknis Permen PANRB 77/2012), penghitungan berdasarkan jumlah penawaran/kualifikasi dari penyedia yang menyampiakan dokumen penawaran/kualifikasi. Sedangkan dalam Permen PANRB berdasarkan berita acaranya, dimana dalam satu paket tentu berita acara evaluasi kualifikasi/penawaran hanya satu walaupun penyedia yang menyampaikan penawaran banyak. Setelah mendapatkan perkiraan nilai AK yang memenuhi, maka bisa kita pindahkan ke formulir sasaran kinerja seperti di  bawah ini.

 
Keterangan : Formulir Sasaran Kinerja
 

Berikut adalah form excel dari SKP diatas, rekan-rekan Pengelola PBJ silahkan modifikasi dan ganti sesuai dengan target masing-masing pada unsur utama, pengembangan profesi dan unsur penunjang.

FORM EXCEL SKP 

Semoga artikel dan contoh SKP ini bermanfaat buat rekan-rekan Pengelola PBJ. Silahkan berikan komentar dan masukan untuk berdiskusi dan perbaikan kedepan.


Monday, January 18, 2021

PANDUAN MENYUSUN SKP PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA

Terbitnya Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PANRB) Nomor 29 Tahun 2020 tentang “Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa” menggantikan Permen PANRB 77 Tahun 2012 membawa beberapa perubahan signifikan dalam tata cara penilaian kinerja Pengadaan Barang/Jasa (PBJ). Pada aturan terbaru, Pengelola PBJ cukup menyusun Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) yang berisi target kinerja. Target tersebut terdiri dari kinerja utama berupa target Angka Kredit (AK) dan/atau kinerja tambahan berupa tugas tambahan. Capaian SKP inilah yang nanti disampaikan kepada Tim Penilai Angka Kredit (PAK) untuk dilakukan penilaian sebagai capaian AK. Apabila AK dimaksud memenuhi persyaratan untuk kenaikan pangkat/jabatan, diusulkan kepada pejabat yang berwenangan menetapkan AK untuk ditetapkan dalam PAK. Selain untuk penilaian AK, SKP juga digunakan sebagai alat untuk mengukur kinerja Pengelola PBJ untuk pembayaran tunjangan kinerja (tukin).

Sumber : Bahan Paparan “Penilaian Kinerja Jabatan Fungsional Pengelola Pengadan Barang/Jasa Berdasarkan Permen PANRB Nomor 29 Tahun 2020”, Direktorat Pengembangan Pofesi dan Kelembagaan Kedeputian Pengembangan dan Pembinaan SDM LKPP


Nah, bagaimanakah kita sebagai Pengelola PBJ menyusun SKP? Dalam Permen PANRB 29/2020 ada target AK minimal per Tahun yang harus dipenuhi yang harus dituangkan dalam SKP sebagai target kinerja yaitu sebesar 25% dari AK untuk kenaikat pangkat. Dengan rincian target AK paling sedikit sebagai berikut :

  1. 12,5 (dua belas koma lima) untuk Pengelola PBJ Ahli Pertama;
  2. 25 (dua puluh lima) untuk Pengelola PBJ Ahli Muda;
  3. 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) untuk Pengelola PBJ Ahli Madya.

Target tersebut tidak berlaku bagi Pengelola PBJ Ahli Madya yang memiliki pangkat tertinggi dalam jenjang jabatan yang didudukinya. Pengelola PBJ Ahli Madya tersebut cukup mengumpulkan “Angka Kredit Pemeliharaan” paling sedikit 20 (dua puluh) AK.

Oleh sebab itu, maka Pengelola PPBJ diwajibkan menyusun SKP sesuai dengan target tersebut. Apa yang terjadi apabila ternyata dalam, Pengelola PBJ tidak mampu memenuhi target SKP tersebut? Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010, pasal 9 dan 10 maka kepada Pengelola PBJ tersebut dikenakan hukuman sebagai berikut :

  1. Hukuman Disiplin Tingkat Sedang apabila pencapaian sasaran kerja pada akhir tahun hanya mencapai 25% – 50%.
  2. Hukuman Disiplin Tingkat Berat apabila pencapaian sasaran kerja pada akhir tahun kurang dari 25%.

Target kinerja yang harus dicapai oleh Pengelola PBJ sesuai dengan tugas Jabatan Fungsional PPBJ yaitu melaksanakan kegiatan perencanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah, pengelolaan kontrak pengadaan barang/jasa pemerintah, dan pengelolaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara swakelola. Dimana unsur dan sub-unsur kegiatan yang dinilai AK nya tertuang dalam Permen PANRB 29/2020, pasal 8 sebagai uraian kegiatan sesuai dengan jenjang jabatan sebagai berikut.

Artikel selengkapnya di link berikut "PANDUAN MENYUSUN SKP PENGELOLA PENGADAAN BARANG/JASA"


 

Wednesday, January 6, 2021

SE LKPP 33/2020, “PINTU DARURAT PASAL 88A” PERPRES 16/2018?

Pasal 88 huruf a Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menjadi topik hangat sejak akhir tahun 2020 hingga awal tahun 2021. Dimana dalam pasal tersebut mengamanatkan bahwa “Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan wajib dijabat oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa paling lambat 31 Desember 2020”.

Hal ini juga tidak lepas dari pantauan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) yang mempunyai tugas melaksanakan pengembangan dan perumusan kebijakan pengadaan barang/jasa Pemerintah. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah (K/L/PD) sampai dengan Desember 2020 oleh LKPP belum ada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang telah memenuhi jumlah kebutuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana Pasal 88 huruf a Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Hal ini menjadi latar belakang LKPP untuk menerbitkan Surat Edaran Kepala LKPP Nomor 33 Tahun 2020 tentang Penjelasan Atas Penugasan Sumber Daya Manusia Pengadaan Barang/Jasa Dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Pemerintah.

Isi dari SE ini bermaksud memberi penjelasan lebih lanjut mengenai penugasan SDM PBJ dalam Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menjadi acuan penugasan Aparatur Sipil Negara (ASN) selain Pengelola PBJ sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan sebagai berikut:

  1. Untuk memenuhi ketentuan Pasal 88 huruf a Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib menugaskan seluruh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan.
  2. Dalam hal setelah dilakukan penugasan sebagaimana dimaksud huruf a, pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah masih terdapat kekurangan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, maka Kementerian/ Lembaga/Pemerintah Daerah menugaskan Aparatur Sipil Negara yang memiliki Sertifikat Kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan.
  3. Dalam hal setelah dilakukan penugasan sebagaimana dimaksud huruf b, pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah masih terdapat kekurangan Aparatur Sipil Negara untuk ditugaskan sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan, maka Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah menugaskan Aparatur Sipil Negara yang memiliki Sertifikat Keahlian Tingkat Dasar di bidang Pengadaan Barang/Jasa sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan sampai dengan 31 Desember 2023.

Berdasarkan hal tersebut, analisa saya adalah SE ini adalah penjelasan untuk “pintu darurat pasal 88a”  seperti yang ada pada setiap pesawat terbang. Kenapa SE ini  saya analogikan sebagai penjelasan pintu darurat pada pesawat terbang? Sebab pintu darurat adalah pintu yang digunakan pada kondisi darurat seperti ada kecelakaan pada pesawat atau ada kebakaran dalam pesawat. Kondisi darurat tersebut adalah saat penumpang atau awak pesawat menilai harus segera keluar dari pesawat karena adanya ancaman keselamatan bahkan nyawa. Berikut adalah fakta-fakta mengenai pintu darurat pada pesawat terbang:

  1. Digunakan saat kondisi darurat. Pintu darurat bisa dibuka pada kondisi pesawat terbang sudah berada di atas tanah dan awak kabin memerintahkan penumpang membuka  pintu dalam kondisi darurat.
  2. Memiliki jumlah lebih banyak. Pintu normal pesawat yang digunakan adalah 2 pintu, yang ada dibagian depan pesawat dan belakang pesawat. Sedangkan untuk pintu darurat berjumlah 4 pintu, bahkan lebih dengan adanya tambahan jendela darurat pada beberapa pesawat.
  3. Dikendalikan oleh pilot. Pintu darurat dikunci secara otomatis dan dikendalikan oleh pilot.
  4. Tidak sembarangan dapat dipilih dan diduduki oleh penumpang. Walaupun area pintu darurat di pesawat terbang yang didesain lebih luas untuk ruang evakuasi sehingga memberikan ruang kaki yang lebih lega. Tetapi penumpang yang duduk dikursi darurat memiliki tanggung jawab yang lebih berat sehingga tentu tidak sembarang bisa duduk pada kursi tersebut. Penumpang yang duduk di sebelah pintu darurat, tidak boleh memiliki keterbatasan mobilitas, penglihatan, pendengaran, kemampuan membaca, atau gangguan reaksi fisik lainnya dalam mengikuti dan memahami instruksi tertulis atau lisan yang diberikan oleh awak kabin, baik dalam Bahasa Inggris atau Bahasa Indonesia. Berumur lebih dari 15 tahun dan tidak bepergian dengan anak kecil, penumpang lain atau barang yang mungkin menghambat penumpang dalam melakukan tugas tersebut.

sumber : https://i.ytimg.com/vi/2gZ22iQBlmc/maxresdefault.jpg 

Begitu juga dengan SE ini, saya analogikan dengan penjelasan tentang pintu darurat pada pesawat terbang. SE saya anggap menjelaskan pintu darurat akan terhambatnya pemenuhan SDM Pengelola Pengadaan Barang/Jasa baik yang diakibatkan oleh internal K/L/PD maupun eksternal hingga kondisi pandemi COVID19 yang melanda. Kekurangan SDM pengelola PBJ yang wajib menjabat Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan tentunya akan mempengaruhi pelayanan publik karena sebagian besar barang/jasa yang digunakan berasal dari proses PBJ. Maka harus ada “pintu darurat pasal 88a” yang dapat digunakan sebagai salah satu solusi terpenuhinya pelayanan publik yang harus dilakukan melalui PBJ.

Seperti “pintu darurat” dalam pesawat terbang, SE LKPP 33/2020 tentang “pintu darurat pasal 88a” ada beberapa fakta-fakta yang sama dengan pintu darurat pada pesawat terbang.

  1. Digunakan saat kondisi darurat. Penggunaan SE LKPP 33/2020 angka 5 huruf c hanya dapat digunakan pada kondisi “darurat” yaitu tidak terpenuhinya/tidak adanya Pengelola Pengadaan Barang/Jasa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 88 huruf a Perpres 16/2018. Ini tentu dengan mempertimbangkan kebutuhan barang/jasa untuk kepentingan pelayanan publik yang tidak boleh ditunda.
  2. Memiliki jumlah lebih banyak. Jumlah ASN bersertifikat Keahlian Tingkat Dasar PBJ selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa lebih banyak dibandingkan dengan ASN bersertifikat kompetensi atau ASN Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
  3. Dikendalikan oleh Kepala UKPBJ. Sama seperti pintu darurat pada pesawat yang di kendalikan pilot, maka “pintu darurat pasal 88a” ini juga dalam kendali Kepala UKPBJ. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan LKPP Nomor 14 Tahun 2020 tentang Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa. Kepala UKPBJ memiliki kewenangan untuk membentuk/membubarkan Pokja Pemilihan dan menetapkan/menempatkan/ memindahkan anggota Pokja Pemilihan serta mengutamakan penugasan kepada Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Pada saat kondisi darurat, yaitu saat jumlah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa belum memadai atau belum terpenuhi maka dapat menugaskan personel UKPBJ yang memiliki kempetensi yang sesuai (Pasal 16). Pada tahap ini tentu Kepala UKPBJ harus memiliki dasar yang kuat bahwa jumlah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa tidak memadai berdasarkan perhitungan analisis beban kerja (ABK) jumlah paket maksimal yang dapat dilaksanakan oleh ASN tersebut. Serta mempertimbangkan kompetensi dan kebutuhan organisasi K/L/PD untuk penugasan dari Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Sebab Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang memiliki kompetensi dan kemampuan serta dibutuhkan dalam tahap perencanaan PBJ atau pengelolaan kontrak sebagai PPK, Tim Pendukung PPK, Tim Teknis PA/KPA, Tenaga Ahli atau personil yang digunakan dalam penyelesaian sengketa kontrak PBJ dilarang merangkap jabatan atau ditugaskan sebagai Pokja Pemilihan pada paket pekerjaan yang sama (Per LKPP 14/2018, pasal 11 ayat 8).
  4. Tidak sembarangan dapat dipilih dan diduduki oleh ASN. Sama seperti pada pintu darurat pesawat terbang, tentu tidak semua ASN bersertifikat Keahlian Tingkat Dasar PBJ dapat menduduki “pintu darurat pasal 88a“. Walaupun dengan berbagai kemudahan dan kenyamanan menduduki “pintu darurat pasal 88a” yaitu tidak perlu memiliki sertifikat kompetensi serta memperoleh honor perpaket yang apabila dikalikan jumlah paket lebih besar dari tunjangan kinerja/tunjangan tambahan penghasilan/tunjangan jabatan  dari Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi ASN tersebut, yaitu sebagai personel UKPBJ yang merupakan pegawai tetap di UKPBJ dan bukan pegawai yang bersifat adhoc dari unit kerja lain di luar UKPBJ (Per LKPP 14/2018, pasal 11 ayat 3). Seperti pada pintu darurat pesawat, maka penumpang dalam pesawatlah yang dapat membuka pintu daruratnya. Begitu juga dengan “pintu darurat pasal 88a“, yang dapat membukanya berdasarkan perintah dari Kepala UKPBJ adalah personel UKPBJ.

Dari sisi risiko dan kenyamanan menggunakan “pintu darurat” ini, tentu berbeda dengan menggunakan pintu normal. Penggunaan pintu darurat pada pesawat terbang saat kondisi darurat, mungkin akan menyebabkan kelelahan, luka lecet hingga patah tulang dan hal-hal lain yang tidak diinginkan. Berbeda dengan menggunakan pintu normal yang walaupun hanya ada dua bahkan kadang hanya satu pintu yang dibuka sehingga harus antri, kita masih keluar dengan nyaman dan aman. Begitu juga penggunaan “pintu darurat pasal 88a“, tentu tidak akan semudah dan senyaman menggunakan Pasal 88a Perpres 16/2018, baik bagi pilot “Kepala UKPBJ” maupun penumpang yang duduk di sebelah pintu darurat “ASN bersertifikat Keahlian Tingkat Dasar PBJ“. Oleh sebab itu, marilah kita menggunakan dengan bijak SE LKPP 33/2020 sebagai “pintu darurat pasal 88a“.

Artikel ini juga di terbitkan dalam pada link web berikut https://ilmu.lpkn.id/2021/06/03/se-lkpp-33-2020-pintu-darurat-pasal-88a-perpres-16-2018/ pada tanggal 3 Juni 2021.

Apabila hendak mendapat ulasan yang lebih lengkap dan jelas, serta dibahas dari sisi bahasa dan terminologi hukum silahkan tonton tayangan youtube berikut Ngerumpi PeBeJe #14 Video terkait Bahasa Hukum, Memaknai Hukum, dan Surat Edaran Kepala LKPP 33 Tahun 2020

E-BOOK KOMPETENSI PBJ

Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah, pengelola pengadaan tidak hanya cukup mengetahui dan memahami Peraturan Presiden No...